Setiap tahun, sekitar 225.700 orang di Indonesia meninggal akibat merokok atau penyakit lain yang berkaitan dengan tembakau.
Hari Tanpa Tembakau Sedunia diperingati oleh WHO, Negara-negara Anggota, dan mitra-mitra setiap tanggal 31 Mei. Kampanye global tahun 2020 ini bertujuan untuk membantah mitos-mitos dan memberdayakan generasi muda dengan pengetahuan yang diperlukan untuk melawan taktik-taktik industri yang dirancang untuk menarik remaja agar merokok.
Bertentangan dengan tren global berkurangnya penggunaan tembakau, survei nasional yang diadakan pada tahun 2013 dan 2018 menunjukkan bahwa penggunaan tembakau di Indonesia masih tergolong tinggi di kalangan dewasa dan remaja.
Prevalensi pada orang dewasa masih belum menunjukkan penurunan selama periode 5 tahun ini, sementara prevalensi merokok pada remaja usia 10-19 tahun meningkat dari 7,2% di tahun 2013 menjadi 9,1% pada 2018 — peningkatan sebesar kira-kira 20%.
Data terbaru dari Global Youth Tobacco Survey (GYTS) tahun 2019 yang dirilis pada hari ini menunjukkan bahwa 40,6% pelajar di Indonesia (usia 13-15 tahun), 2 dari 3 anak laki-laki, dan hampir 1 dari 5 anak perempuan sudah pernah menggunakan produk tembakau: 19,2% pelajar saat ini merokok dan di antara jumlah tersebut, 60,6% bahkan tidak dicegah ketika membeli rokok karena usia mereka, dan dua pertiga dari mereka dapat membeli rokok secara eceran.
Data GYTS juga menunjukkan hampir 7 dari 10 pelajar melihat iklan atau promosi rokok di televisi atau tempat penjualan dalam 30 hari terakhir, dan sepertiga pelajar merasa pernah melihat iklan di internet atau media sosial.
Angka-angka tersebut tentunya sangat mengkhawatirkan karena menunjukkan bahwa generasi muda terus terekspos penggunaan tembakau dan iklan-iklan rokok dengan pesan tersamar yang dirancang dengan baik, untuk menarik generasi muda agar kecanduan tembakau dan nikotin.
Paparan terhadap tembakau di usia dini tak hanya menciptakan perokok seumur hidup, namun juga dapat berkontribusi terhadap stunting dan menghambat pertumbuhan anak-anak. Hal ini juga dapat meningkatkan risiko terjangkit penyakit tidak menular (PTM) kronis seperti penyakit jantung, penyakit saluran pernapasan kronis, diabetes, dan kanker saat mereka beranjak dewasa.
Peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia tahun ini sangatlah penting selama pandemi COVID-19.
Penelitian menunjukkan bahwa SARS-CoV-2, jenis coronavirus yang menyebabkan COVID-19, umumnya memengaruhi sistem pernapasan, sehingga membuat para perokok lebih mungkin mengalami gejala yang lebih parah, dibandingkan dengan mereka yang tidak merokok. Penyakit penyerta, atau kondisi kesehatan yang telah dialami sebelumnya seperti PTM yang disebut di atas, juga ditemukan dapat meningkatkan risiko menderita COVID-19 yang parah jika sampai terjangkit.
Saat ini, kita menghadapi tantangan kesehatan baru di masyarakat, yaitu COVID-19. Relevansi COVID-19 dengan masalah-masalah kesehatan masyarakat yang belum terselesaikan tidak dapat diremehkan. Dalam masa yang penuh tantangan ini, upaya-upaya kesehatan masyarakat membutuhkan dukungan global melalui mandat dan konsultasi global agar dapat berfungsi secara efisien.
WHO mendorong semua negara untuk mengimplementasikan Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (WHO FCTC) yang mencakup pembuatan, pelaksanaan, dan penegakan kebijakan-kebijakan pengendalian tembakau yang efektif untuk mengurangi permintaan masyarakat terhadap tembakau. Situasi saat ini membuat Konvensi berskala global ini semakin relevan dibandingkan sebelumnya, karena dibutuhkannya koordinasi global yang lebih kuat dan solidaritas yang kokoh di antara negara-negara untuk menghadapi berbagai tantangan kesehatan masyarakat.
Tingkat merokok rata-rata di Indonesia terus menjadi salah satu yang tertinggi di dunia. Indonesia adalah satu-satunya negara di kawasan Asia Tenggara yang belum meratifikasi WHO FCTC. Namun, penggunaan tembakau tetap menjadi salah satu penyebab terpenting kesakitan seumur hidup dan kematian, dan hal ini dapat dicegah.
Mencegah para perokok, orang yang tidak merokok, dan terutama generasi muda dari menggunakan produk tembakau sangatlah penting jika Indonesia ingin mengurangi angka kematian dan penyakit yang berkaitan dengan tembakau, dan beban yang disebabkan oleh hal-hal tersebut pada sumber daya manusia dan perekonomian.
WHO merekomendasikan agar semua orang memahami dan menyebarkan kesadaran akan risiko penggunaan tembakau bagi kesehatan dan kemakmuran generasi muda di masa depan.
Sumber : https://www.who.int/indonesia