Siapa sangka bola cokelat yang dikemas dalam kemasan pouch itu merupakan sebuah pupuk organik karya mahasiswa Universitas Padjadjaran (Unpad).
Pupuk yang dimaksud dinamai Pupukin! Eco-friendly yang dibuat dengan teknologi Slow Release Fertilizer dengan bahan dasar bonggol pisang dan kulit udang.
“Lalu pada bulan Januari kemarin saya bersama teman-teman saya memutuskan untuk membawa ide bisnis ini ke perlombaan PKM-Kewirausahaan. Pada tanggal 19 April 2024, ide bisnis kami ini dinyatakan lolos mendapatkan pendanaan dari Kemdikbud dan saat itulah kami mulai mengeksekusi ide bisnis yang telah dirancang dan memulai proses produksi produk ini,” kata Dira yang merupakan Mahasiswa Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian Unpad.
Produk Pupukin! ini dikembangkan oleh Dira Purwasih (Agribisnis), Prili Alisha (Agribisnis), Rizqia Nadira Ronaldo (Agribisnis), M. Yasyfa Kusumadinata (Teknologi Industri Pertanian), dan Stanislaus Adhi Pramudya (Agroteknologi) dengan dosen Pendamping Vira Kusuma Dewi, M.Sc., PhD.
Dira mengungkapkan, ide bisnis ini berawalini dari melihat keberlimpahan limbah pisang dan kulit udang yang pemanfaatannya masih minim. Seperti diketahui Jawa Barat sendiri merupakan penghasil limbah pisang dan kulit udang terbesar di Indonesia.
“Dari kecocokan inilah kami mencoba untuk berinovasi dengan memanfaatkan limbah ini menjadi pupuk organik. Bagian pisang yang diambil adalah bonggolnya karena memiliki kandungan unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman seperti nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan vitamin lainnya,” ungkapnya.
“Selain itu, bonggol pisang juga memiliki beberapa mikroba seperti Aeromonas sp., Bacillus sp., dan Aspergillus niger., yang dapat menjadi pemecah bahan organik tanah, fiksasi nitrogen dan melawan patogen penyebab penyakit tanaman. Untuk kulit udang dipilih karena kaya akan protein, kalsium, dan kitin yang dapat dimanfaatkan menjadi kitosan yang kemudian kami manfaatkan sebagai coating untuk mengatus pelepasan unsur hara pupuk,” tambahnya.
Dira juga menjelaskan, jika pupuk organik ini mendapatkan tambahan daun nimba yang memiliki kemampuan untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap hama dan penyakit, sehingga terciptalah produk pupuk slow release yang ramah lingkungan, menyuburkan dan meningkatkan daya tahan tanaman.
“Dengan fokus tujuan untuk meningkatkan produktivitas urban farming, kami melakukan survey pasar dengan menyebarkan kuesioner mengenai kendala yang dialami mereka dan didapatkan hasil bahwa proses pemupukan masih terasa sulit oleh sebagian besar urban farmer,” jelasnya.
Dira juga menerangkan proses kerja dari pupuk organik yang dibuatnya, pada saat penanaman, pupuk dimasukkan ke dalam tanah. Lalu saat penyiraman, air yang berada di dalam tanah akan masuk menembus lapisan coating pupuk melalui pori-pori pada lapisan.
Air yang berhasil masuk ke dalam inti pupuk akan melarutkan nutrisi yang berada di inti. Akibatnya, akan timbul kenaikan tekanan osmotic yang menyebabkan pupuk akan mengembang. Lapisan coating dari kulit udang yang telah diubah menjadi kitosan mampu menahan tekanan osmotic yang terjadi maka nutrisi dalam pupuk akan dilepaskan secara perlahan melalui pori-pori dari coating.
“Maka akan terjadi transfer massa karena adanya perbedaan konsentrasi dan tekanan osmotik. Kondisi inilah yang disebut sebagai ‘Mekanisme Difusi’. Pelepasan perlahan dari pupuk ini memberikan efisiensi waktu dan tenaga untuk pemupukan karena dapat mengurangi frekuensi pemupukan serta mencegah terjadinya over-fertilization,” jelasnya.