KOTA BANDUNG — Tak perlu khawatir salah membaca judul diatas. Memang benar, tertulis Pringbalingga, yang sepintas mirip dengan Purbalingga (Nama Kabupaten di Jawa Tengah). Ada hubungankah? Benar adanya, karena Pringbalingga adalah “Pring Bandung Purbalingga”. Makna dari nama itu adalah, musik bambu khas Purbalingga yang dimainkan oleh perantau yang kini bermukim di Bandung. Pring adalah Bambu. Jika di Jawa Barat dikenal Calung, di Purbalingga dan sebagian besar kawasan Banyumasan Jawa Tengah menyebut alat musik itu dengan sebutan Musik Thek – Thek, atau kenthongan.
Adalah Paguyuban Perantau Purbalingga (Papeling) Korwil Bandung yang kala itu diketuai Ardy Awaludin pada 15 Oktober 2017 silam, melahirkan grup kenthongan atau thek – thek yang akhirnya disepakati dengan nama “Pringbalingga”, setelah sebelumnya ada beberapa usulan nama. Ardy kala itu mengatakan, keberadaan Pringbalingga menjadi sarana untuk saling meningkatkan silaturahmi dan kecintaan terhadap kampung halaman, dimana thek thek di tempatnya berasal memang berkembang dengan baik.
Amin Maulana Ketua Korwil Bandung (2021 – 2025) menyebut, keberadaan Pringbalingga dimaksudkan untuk sarana ‘berdiplomasi melalui seni budaya’, dengan tanpa meninggalkan identitas daerah asal, namun juga tetap bisa diterima di tempat mereka merantau, yaitu Bandung. Bandung, yang merupakan bagian Tatar Pasundan sangat identik dengan musik bambu. Berpijak pada peribahasa, “Dimana Bumi Dipijak, Disitu Langit Dijunjung”, maka Papeling Bandung berharap, musiknya bisa diterima tak hanya bagi warga perantau asal Purbalingga, Banyumasan, Jawa, justru juga harus bisa diterima dan bahkan istilahnya ‘nge-blend’ dengan kultur setempat.
“Kami hari ini menggelar tasyakuran sederhana, untuk memperingati hari jadi ke 7 Pribalingga yang jatuh pada 15 Oktober lalu. Semata untuk instropeksi diri sekaligus meningkatkan kemampuan memainkan alat musik bambu”, ungkap Zico Tri Joanito Ketua Pringbalingga, di aula Papeling Jln.BKR Bandung, Minggu 20/10/24.
Zico menyebut, pihaknya kini terus intensifkan latihan dengan melibatkan pemain kendang yang biasa bermain untuk gamelan dan bahkan jaipongan untuk penampilan khusus misal mengiringi atau pentas gabungan antara musik bambu dengan seni tari. Tak hanya tembang tradisional, Pringbalingga juga terus menambah jamak materi lagu – lagu kekinian yang diaransemen sehingga jika ada permintaan saat pentas, bisa dimainkan.
Menurutnya, latihan rutin digelar setiap minggu, selain untuk persiapan penampilan di Jakarta pada saat HUT Papeling Pusat Desember mendatang, juga sebagai sarana meningkatkan kemampuan bermusik sekaligus mengiringi penari. “Dalam waktu dekat, kami juga akan menggelar workshop bermusik bagi pemain, agar mereka memahami prinsip dasar musik pertunjukan”, tandas Zico.
Sementara Darsan Prastiadji salah seorang pemain yang sejak awal Pringbalingga dibentuk menyatakan, saat ini ia bersama pemain lainnya Agus Ferianto, Aldiansah, Agus Rusdianto, Jurianto, Soimun, Ades Anggit Rinanto, dan Agus Miswanto, Pirno Gepeng, Farman Hidayat, Juwarno, Susanto, Karyo, Turidi, Heru Aditya, Barik dan Amri, sedang berlatih secara rutin, menggarap aransemen pertunjukan sendratari, yang dikolaborasikan dengan gamelan. Salah satu lagu yang secara utuh dimainkan Pribalingga adalah tembang atau lagon “Jaranan”, sebuah lagu anak berbahasa Jawa dari Jawa Tengah.
“Kalau bagaimana hasilnya berlatih, saya rasa kita terus kerja keras agar bisa maksimal saat pentas nanti. Tapi untuk sekadar mengobati rasa penasaran, sila cek saja di Youtube sudah banyak unggahan saat kami main sejak awal mula ada. Ketik saja Pringbalingga”, pungkas Darsan optimis.[gpwk]