Badai pemutusan hubungan kerja (PHK) ternyata tidak hanya menghantam industri tekstil. Badai serupa diduga juga melanda industri perbankan di Indonesia.
Hal ini diungkap Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) yang menyebutkan perbankan menjadi salah satu sektor yang mengalami peningkatan angka PHK belakangan ini. Hal ini terutama disebabkan oleh digitalisasi layanan yang berakibat pada berkurangnya kebutuhan tenaga kerja di kantor cabang.
“Banyak bank besar di Indonesia melakukan perampingan tenaga kerja, beralih ke layanan digital untuk efisiensi operasional,” kata peneliti LPEM FEB UI Muhammad Hanri dalam Labor Market Brief, dilansir Jumat, (13/9/2024) pekan lalu.
Hanri mengatakan fenomena PHK di industri perbankan dan keuangan mencerminkan bahwa peningkatan angka PHK bukan semata disebabkan oleh faktor ekonomi makro. PHK, kata dia, juga disebabkan oleh pergeseran struktural dalam industri yang dipengaruhi oleh perkembangan teknologi.
“Dengan demikian, penyebab PHK di berbagai sektor sangat bergantung pada dinamika sektoral yang spesifik serta kondisi ekonomi yang berlaku, yang berimplikasi pada perlunya adaptasi kebijakan ketenagakerjaan yang lebih responsif dan kontekstual,” jelas dia.
LPEM tak menyebut angka pegawai bank yang mengalami PHK oleh digitalisasi ini. Meski demikian merujuk pada data Kementerian Ketenagakerjaan, secara umum jumlah pekerja yang mengalami PHK di Tanah Air selama Januari-Oktober 2023 mencapai 237.080 orang. Puncak gelombang PHK terutama terjadi pada bulan Oktober 2023, ketika 45.576 orang terpaksa kehilangan pekerjaannya.
Sementara itu, selama paruh pertama 2024 Kemnaker mencatat sudah ada 32.064 orang yang terkena PHK. Angka ini meningkat 21,45% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. DKI Jakarta menjadi daerah dengan angka PHK tertinggi yakni 7.469 orang, disusul Banten dan Jawa Barat.