Sembilan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dilibatkan dalam pengembangan Pasar Digital (PaDi) Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Platform ini akan membantu monitoring belanja BUMN pada UMKM.
Secara online Menteri BUMN Erick Thohir melakukan kick-off PaDi (Pasar Digital) untuk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), pada Senin (15/6/2020). Secara online pula, momentum ini dimanfaatkan untuk penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) dengan sembilan BUMN yang berperan serta dalam pengembangan PaDi UMKM. Mereka adalah Telkom yang juga sebagai aggregator PaDi UMKM, dan delapan lainnya yaitu Pertamina, Pupuk Indonesia, BRI, Pegadaian, PNM, PP, Waskita Karya, dan Wijaya Karya.
Prosesi penandatanganan MoU difasilitasi Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (PERURI) dan juga Privy, sebuah startup binaan anak usaha Telkom. Penandatanganan secara digital ini sudah sah secara hukum karena difasilitasi oleh penyedia platform yang telah memiliki lisensi.
“Mungkin ini salah satu hikmah lain dari pandemi Covid-19 saat ini, di mana akhirnya masyarakat akan ‘dipaksa’ untuk terbiasa menggunakan teknologi dalam berbagai aktivitasnya, termasuk digital signing dalam sebuah kesepakatan atau perjanjian. Rasanya ke depan hal ini akan menjadi new normal karena lebih efisien tanpa mengurangi aspek legal. Dan hal ini juga menjadi salah satu bukti bahwa di tengah pandemi ini, BUMN terus berupaya untuk tetap produktif,” kata Erick Thohir.
Pada acara kick off PaDi UMKM itu Erick Thohir kembali menyampaikan komitmennya kepada UMKM yang sebagian terdampak serius pandemi Covid-10. “Oleh karenanya, kepada BUMN agar belanja sampai dengan Rp14 miliar diprioritaskan pada sektor UMKM. Saya yakin dengan adanya platform PaDi UMKM ini dapat memperluas channel UMKM serta membantu mempersiapkan UMKM dalam memasuki new normal melalui transaksi yang akan banyak dilakukan secara digital,” papar Erick.
PaDi UMKM ialah platform digital yang mempertemukan UMKM dengan BUMN guna mengoptimalkan, mempercepat, dan mendorong efisiensi transaksi belanja BUMN pada UMKM, serta memperluas dan mempermudah UMKM mendapatkan akses pembiayaan. Di samping itu bagi Kementerian BUMN, platform tersebut akan membantu monitoring belanja BUMN pada UMKM.
Melalui platform PaDi UMKM, BUMN dapat melakukan belanja secara digital sehingga lebih cepat, transparan, dan meningkatkan efisiensi. Dengan masuknya UMKM dalam ekosistem PaDi UMKM, tentunya dapat memperluas jaringan secara online, meningkatkan penjualan, peningkatan transaksi, serta memberi pengalaman baru dalam memasuki dunia transaksi digital. Selain itu, UMKM juga akan mendapatkan kemudahan akses pembiayaan dari BUMN yang artinya juga membawa dampak pada peningkatan penyaluran kredit bagi BUMN penyalur pembiayaan.
Erick Thohir optimistis platform PaDi UMKM membantu usaha skala mikro memasuki normal baru. Platform PaDi UMKM ini dapat memperluas channel UMKM serta membantu mempersiapkan UMKM dalam memasuki new normal melalui transaksi yang akan banyak dilakukan secara digital. Dan BUMN yang memiliki peran sebagai agent of development, berupaya mendukung pengembangan UMKM melalui berbagai inisiatif maupun sinergi dengan instansi atau lembaga lainnya.
Berdasarkan hasil inventarisir belanja BUMN baik belanja modal maupun operasional (Capex dan Opex), tahun 2019 tercatat Rp32,5 triliun belanja pada sektor UMKM yang dilakukan Top 30 BUMN berdasar total aset.
Memperhatikan hal tersebut, Kementerian BUMN menilai jumlah belanja BUMN pada UMKM masih bisa dioptimalkan. Oleh karenanya disusunlah suatu inisiatif pengembangan UMKM yaitu membentuk suatu ekosistem Pasar Digital UMKM yang diberi nama PaDi UMKM ini.
Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki juga menunjukkan komitmen pengembangan bisnis UMKM secara digital. Teten mengatakan, telah menghimpun data bahwa dalam masa pandemi Covid-19, pelaku UMKM menghadapi masalah dalam pemasaran yaitu penurunan permintaan secara drastis, yang dominan terjadi pada sektor makanan dan minuman serta industri kreatif.
“Digitalisasi UMKM adalah kunci pemulihan ekonomi, sebab baru 13 persen UMKM yang terkoneksi dengan pasar digital. Oleh karena itu, Kementerian Koperasi dan UKM akan mempercepat UMKM go digital,” kata Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki.
Berbagai kebijakan yang dilakukan untuk mempercepat UMKM go digital ini, antara lain, dengan “refocusing” terhadap program pelatihan di lingkungan kementeriannya, yang diarahkan untuk meningkatkan pengetahuan KUMKM terkait digitalisasi, salah satunya adalah melalui laman www.edukukm.id dan seri podcast.
Selain itu, dilakukan program pendampingan kakak asuh K untuk UMKM alias KUMKM di Smesco Indonesia. Tujuannya, untuk akselerasi “on boarding” pelaku KUMKM dari offline ke online. Program lain yang langsung menyentuh usaha rakyat adalah pendampingan warung sembako offline ke online.
Untuk meningkatkan kemampuan aspek hukum pelaku UMKM, pihaknya juga memberikan layanan konsultasi, salah satunya adalah program bantuan konsultasi hukum via chat dengan pengacara yang dapat diakses di portal www.JDIH.Kemenkopukm.go.id.
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan sektor yang cukup memegang peranan penting bagi perekonomian Indonesia. Data Badan Pusat Statistik 2018 mencatat jumlah 64,2 juta UMKM yang ada, tercatat kontribusi UMKM sebesar Rp8.400 triliun terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Angka tersebut setara dengan 60% dari Rp14.000 triliun PDB Indonesia di 2018. Untuk tenaga kerja, UMKM berhasil menyerap 121 juta tenaga kerja. Angka tersebut sekitar 96% dari serapan tenaga kerja Indonesia di 2018 yang sebesar Rp170 juta. Atau secara pertumbuhan, mengalami pertumbuhan 5% setiap tahunnya.
Menurut Kementerian Koperasi dan UKM, sampai pertengahan 2020 ini baru sekitar 8 juta UMKM yang sudah go online meskipun memang sudah terdapat peningkatan cukup signifikan dibanding tahun sebelumnya.
UMKM adalah istilah umum dalam khazanah ekonomi yang merujuk kepada usaha ekonomi produktif yang dimiliki perorangan maupun badan usaha sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh Undang-Undang No. 20 tahun 2008.
Ciri-ciri dan kriteria dari UMKM menurut undang-undang:
- Sumber daya manusia (SDM) yang ada di dalam usaha tersebut belum mumpuni.
- Tingkat pendidikan dari SDM yang ada di usaha tersebut relatif rendah.
- Modal didapatkan dari nonbank, padahal akan lebih baik dan legal jika modal bisa didapatkan dari bank atau kreditor.
- Usaha yang dijalankan biasanya belum memiliki izin usaha serta NPWP dan legalitas.
- Usaha yang dijalankan belum memiliki sistem administrasi yang lengkap dan segi keuangan juga belum dibedakan mana yang pribadi dan mana yang usaha.
- Lokasi usaha masih di daerah rumah bukan dan kurang strategis.
- Manajemen masih dilakukan secara sederhana.
- Pegawai atau karyawan yang dimiliki masih sedikit mungkin lima sampai 10 orang.
- Belum masuk dalam impor dan ekspor kalaupun ada masih sangat sedikit.
- Usaha yang dilakukan masih dalam cakupan yang kecil.
Sumber : https://indonesia.go.id