Bagi penggemar kuliner makanan nusantaram sepakat jika Soto adalah sajian khas Indonesia. Pasalnya, sajian berkuah panas atau hangat itu tersebar diberbagai daerah di tanah air dengan berbagai cita rasa dan kelezatan, dan tentu perbedaan isi dan asesorisnya. Tapi secara garis besar, kelezatan yang ditawarkan serupa; kuah yang beruap hangat, aroma khas bumbu rempah, dan isi utama berupa daging ayam atau daging sapi (di beberapa daerah ada pula daging kerbau). Sebut saja ; Soto Madura, Soto Betawi, Sauto Tegal, Storo/ Soto Banyumasan, Soto Bandung, Coto Makassar, Soto Kudus, Soto Kediri, dan entah aneka soto lainnya yang selalu saja, menggoda selera kita untuk mencobanya.
Saya dan Dapur Nuswantara, berkesempatan menikmati sajian Soto Banyumas di Bandung. Rasanya sungguh josh! Suwiran daging ayam, irisan daging sapi empuk, ditaburi tauge kacang hijau yang sudah disiram air panas, daun bawang, bawang goreng dan sambal kacang tanah yang lembut lumer. Lalu disiram dengan kuah panas yang beraroma rempah khas Indonesia. Diakhiri dengan krupuk khas Banyumas yang diremukkan tangan, bernama krupuk bangi. Dilengkapi sambel cabe yang telah dihaluskan, kecap, sungguh suatu rangkaian sajian sempurna. Seakan – akan, satu mangkok pun akan kurang.
Sajian makan siang itu semakin mengenyangkan, karena didalam mangkok telah ada potongan kecil lontong yang empuk juga. Siang itu, sungguh siang yang panas. Namun puluhan pelanggan yang menikmati Soto plus Mendoan, seperti saya, rasanya hepi – hepi saja menandaskan kelezatan-nya. Di akhir usai makan, tidak menyebut pedas atau panas, tapi segar! Pengalaman yang luar biasa.
Soto Banyumas yang ada di Taman Kopo Indah (TKI) I Blok H No 110 milik Djadi Amadi Ranadiwangsa itu, sebenarnya bukan satu – satunya gerai Soto Banyumasan di Bandung. Di beberapa tempat lainnya di kota kembang memang ada. Mereka yang berjualanpun, tentu berasal dari tlatah Banyumasan, Jawa Tengah. Jamak-nya Soto Banyumas di Bandung, semakin menambah kaya lokasi dan pilihan kuliner, selain soto – soto lain yang juga super banyak pilihannya.
Djadi Amadi, pria perantau asal Desa Kedunggede Kecamatan Banyumas Kabupaten Banyumas Jateng itu mulai menjual Soto Banyumas sejak 1998, keliling komplek perumahan. Setahun berikutnya, ia putuskan untuk mangkal, setelah “mulai dikenal” masyarakat sekitar penghuni komplek. Awalnya melalui spanduk ia tuliskan “Sroto Banyumas”, namun seiring perkembangan waktu, dan kebanyakan pelanggannya menyebut Soto, ia akhirnya menuliskan menjadi ‘Soto Banyumas’.
“Pelanggannya bukan hanya perantau asal mbanyumasan dan asal Jawa mas, tapi semua orang, malah kebanyakan warga komplek sini (TKI) juga. Mereka makan soto sekaligus menikmati mendoan khas buatan saya”, kata Djadi sambil menunjuk lempengan tempe tipis dibungkus daun pisang layaknya gadget, tipis pipih lebar.
“Dalam sehari sekitar 100 – 125 bungkus atau sekitar 200 – 250 lembar mendoan habis, banyak yang suka. Dimakan panas – panas, dicocol dengan irisan cabe dan kecap khas. Sebagian besar makan mendoan untuk pelengkap makan utamanya, ya Soto Banyumas itu”, jelas Djadi yang kini usianya menginjak 50 tahun.
Djadi mengisahkan, dalam sehari usahanya bisa habiskan sekitar 3-4 kg daging sapi dan 5 kg daging ayam. Tak hanya bahan utama Soto yang ia siapkan, termasuk diantaranya lontong, yang juga dibuat khusus, pasalnya ia juga miliki gerai makanan lain tak jauh dari lokasi Soto Banyumas-nya, yakni Pecel Banyumas. Kedua gerainya itu, buka sejak jam 7 pagi hingga jam 7 malam.
Bagi yang merencanakan makan siang dengan sajian berbeda, datang saja ke Soto Banyumas, sambil menikmati pula kelezatan mendoan hangat. Harganya, terjangkau, kelezatan dan sensasi rasanya, menggoda selera. Atau, bisa pesan secara online via goofood, cari saja Soto dan Mendoan Taman Kopo. (gp|bw)