Di sela kesibukan mengerjakan tugas dan ujian di tengah pandemi, mahasiswa muslim Indonesia di Amerika Serikat masih menyempatkan untuk melakukan kegiatan yang menyemarakkan bulan Ramadan secara daring, sekaligus mengobati kerinduan akan kebersamaan yang biasa dirasakan di bulan suci ini.
WASHINGTON DC — Pengajian dan buka puasa bersama adalah beberapa kegiatan yang biasa dilakukan oleh mahasiswa Indonesia di Amerika Serikat di bulan Ramadan. Namun, di tengah pandemi COVID-19, hal ini tidak mungkin dilakukan, terkait dengan pembatasan sosial.
Perbedaan yang mendalam ikut dirasakan oleh Irwan Saputra, yang baru saja mengikuti wisuda secara daring atau online setelah menyelesaikan program pasca sarjana jurusan manajemen komunikasi di George Washington University, Washington, D.C.
“Iya, ini kan Ramadan ke-2 bagi saya di Amerika Serikat dan kondisinya tuh jauh banget. Ramadan kemarin aja sudah rasanya sedih, sepi, karena jauh dari keluarga dan nggak ada kemeriahan ramadan seperti di Indonesia,” kenang Irwan Saputra kepada VOA belum lama ini.
“Apalagi kali ini dengan kondisi pandemi COVID-19. Suasananya sunyi, sepi, jadi nggak bisa keluar untuk belanja untuk masak-masak makanan khusus ya kalau bulan ramadan. Jadi, yah, kita jalani Ramadan di rumah aja, nggak keluar, cuman untuk belanja,” tambahnya lagi.
Saat ini Irwan tergabung di organisasi Indonesian Muslim Youth in America yang beranggotakan sekitar 25 mahasiswa dan pemuda di wilayah Washington, D.C. Beberapa kegiatannya antara lain pengajian rutin setiap dua minggu sekali, serta kunjungan ke masjid-masjid yang ada di daerah Washington, D.C., yang diselipkan dengan ceramah. Namun, untuk bulan Ramadan kali ini, kegiatannya harus disesuaikan dengan anjuran pembatasan sosial.
“Iya, kita tetap mengadakan pengajian rutin dua minggu sekali, tapi kita adapt-kan online. Rencana kita sebelumnya padahal kita ingin buka puasa bersama dan lain-lain itu sudah nggak mungkin dilaksanakan,” ujar Irwan.
Sebagai mahasiswa di Amerika Serikat, Irwan kerap mengikuti kegiatan yang diadakan oleh organisasi kampus, Muslim Students’ Association atau MSA, termasuk kegiatan di bulan Ramadan tahun lalu, seperti buka puasa bersama dan pengajian. Selain pengajian daring, untuk tahun ini MSA mengadakan kegiatan menarik di media sosial.
“Di Instagram itu mereka buat ‘Share Your IFTAR’ gitu. Jadi kita foto iftar kita dan berbagi gitu, maksudnya berbagi gambar dengan budaya masing-masing, iftar itu seperti apa,” jelas Irwan.
Selain kegiatan ibadah di bulan Ramadan, baru-baru ini SATGAS COVID-19 Persatuan Mahasiswa Indonesia di Amerika Serikat atau PERMIAS di tingkat Nasional mengadakan acara bincang kesehatan bertajuk “Sehat dan Bugar Selama dan Setelah Bulan Ramadan” yang ditujukan kepada pelajar serta masyarakat Indonesia di Amerika Serikat.
Acara yang dilakukan melalui aplikasi pertemuan virtual ini menghadirkan Dr. Gaga Irawan Nugraha, seorang dokter spesialis gizi klinik staf pengajar fakultas Universitas Padjajaran, Bandung.
Mahasiswi S2 jurusan kesehatan public di Columbia University di New York, Denita Utami yang juga adalah SATGAS COVID-19 PERMIAS Nasional Koordinator bidang promosi kesehatan, menjadi moderator untuk acara tersebut.
“Jadi dengan banyaknya informasi seputar COVID-19, kami ingin masyarakat juga tetap memperhatikan kesehatan dan kebugaran tubuhnya, terutama terkait gizi atau nutrisi dan aktivitas fisik pada saat puasa Ramadan dan juga setelah puasa Ramadan ini berakhir,” jelas perempuan yang berprofesi sebagai dokter umum di Indonesia ini.
Satu tantangan yang dihadapi oleh Denita dan tim penyelenggara adalah perbedaan waktu antara Amerika Serikat dan Indonesia, mengingat nara sumbernya kali ini berdomisili di Indonesia.
“Karena di (AS) orang-orang mau mempersiapkan berbuka puasa, di Indonesia justru mereka baru selesai sahur. Jadi tantangan terbesarnya adalah untuk mempersiapkan waktunya agar pas di Amerika Serikat dan juga di Indonesia,” ujar mahasiswi yang baru pindah ke Amerika Serikat Agustus 2019 lalu.
Acara ini mendapat tanggapan yang positif dan topik yang diangkat dianggap cukup menyegarkan, karena topiknya lebih umum, mudah dicerna dan terasa lebih ringan. Menurut Denita, ajang yang satu ini tidak hanya menjadi tempat untuk menambah pengetahuan di bidang kesehatan, tetapi juga menjadi kesempatan untuk bertemu dengan mahasiswa di berbagai penjuru.
“Karena dilakukan secara online, ini juga merupakan kesempatan bagi teman-teman dari PERMIAS untuk berkumpul, dari berbagai negara bagian di Amerika Serikat, dan juga teman-teman dari negara lain di PPI (red: Perhimpunan Pelajar Indonesia) dunia. Untuk bisa berkumpul tanpa harus hadir langsung secara fisik,” tambahnya.
Tahun ini merupakan pertama kalinya bagi Denita menjalankan puasa di Amerika Serikat.
“Aku Alhamdulillah lancar, karena kuliah online dan dari rumah, jadi ngga terasa capek, walaupun lebih lama dari di Indonesia,” katanya.
Memang kini suasananya berbeda. Namun, walau tidak bisa berbuka puasa bersama dan beribadah bersama teman-teman di bulan Ramadan, lewat pertemuan secara daring, para mahasiswa Indonesia di Amerika Serikat, masih tetap bisa menjalin komunikasi dan berbagi cerita, serta ilmu dari rumah masing-masing. [di]
Sumber : VOA Indonesia