Cibinong- Indonesia memiliki potensi sekitar 33 ribu spesies yang berpotensi menjadi bahan obat di Indonesia. Namun pemanfaatannya masih menjadi tantangan. “Baru sekitar 800 spesies yang menjadi bahan jamu, sekitar 30 spesies menjadi obat herbal yang berstandar, dan hanya sekitar 12 sampai 14 spesies yang menjadi fitofarmaka,” ungkap Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Laksana Tri Handoko dalam seminar Drug Discovery and Development in Indonesia: From Biodiversity to Medicine di Cibinong, Jawa Barat pada Rabu (19/2).
Handoko, menjelaskan, masih banyak keanekaragaman hayati yang bisa dieksplorasi oleh peneliti dan tentu saja untuk menjadi obat membutuhkan proses yang panjang. “Untuk itulah kita berkolaborasi dengan banyak pihak baik dalam dan luar negeri,” ujarnya. Dirinya menerangkan, LIPI bekerjasama dengan PharmaMar dari Spanyol untuk meneliti bahan obat antikanker. “Kita berharap kolaborasi dengan PharmaMar dari Spanyol dapat berjalan dengan baik sehingga kedepan kita dapat menjawab permasalahan pada pengobatan kanker,” ujarnya.
Menurut Handoko, perlu upaya untuk kolaborasi antara akademisi, industri, juga masyarakat guna mewujudkan Prioritas Riset Nasional (PRN) obat herbal terstandar dan fitofarmaka serta PRN vaksin HPV dan insulin . “Tahun ini LIPI akan membangun Gedung Genomic dan Lingkungan Nasional serta Gedung Hayati Nasional untuk menyimpan Koleksi yang ada, selain itu peralatan pendukung penelitian juga terus dilengkapi,” ungkapnya.
Masteria Yunovilsa Putra dari Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI menjelaskan LIPI sedang mengembangkan jahe merah, rosella merah, dan teripang yang merupakan kekayaan hayati yang berasal dari laut. “Saat ini kita fokus dengan teripang sebagai bahan anti kanker,selain itu kita juga selalu mengupayakan agar obat-obatan yang dihasilkan dari kekayaan hayati Indonesia dapat menuju obat herbal terstandar dan fitofarmaka,”jelasnya. (sep, est/ed: fz)
Sumber : Biro Kerja Sama, Hukum, dan Humas LIPI