CIMAHI – Sebanyak 150 dosis vaksin disiapkan untuk Dinas Pangan dan Pertanian (Dispangtan) Kota Cimahi untuk mencegah penyakit brucellosis pada sapi perah. Brucellosis bisa menyebabkan keguguran pada sapi.
Kepala Seksi Peternakan pada Dispangtan Kota Cimahi, Retno Wulan menjelaskan, vaksinasi itu dilakukan guna mengantisipasi penyakit brucellosis di wilayahnya. Brucellosis merupakan penyakit yang menyebabkan keguguran di sapi dan bisa menular ke manusia.
“Total sapi di Cimahi ada 356 ekor, tapi yang divaksin cuma betina saja, yang populasinya mencapai 252 ekor. Untuk tahun ini kita tidak ada target dianggaran, tapi masih ada sisa 150 dosis vaksin lagi. Jadi kalau ada sapi betina yang sedang tidak bunting bisa divaksin,” terangnya saat dutemui di Pemkot Cimahi, Senin (20/1/2020).
Ia menjelaskan, penyakit brucella abortus dapat disebarkan melalui konsumsi produk peternakan yang sudah terkontaminasi seperti air susu. Selain itu juga melalui feses yang terkontaminasi terutama dari ternak sesudah melahirkan.
“Atau dengan kontak langsung pada waktu kawin dengan hewan yang terinfeksi,” tuturnya.
Menurutnya, sapi yang terinfeksi dengan mudah dapat menularkan pada saat sapi melahirkan, sebab bakteri yang dikeluarkan pada saat itu mampu menularkan sampai dengan jumlah 600.000 ekor. Selain itu penularan dapat terjadi juga melalui saluran pencernaan dan mukosa atau kulit yang luka. Pada sapi dan kambing, penularan melalui perkawinan sering terjadi, sehingga pemacek yang merupakan reaktor harus dikeluarkan.
Terkait gejala dari penyakit tersebut, Retno menjelaskan jika pada sapi gejala klinis yang utama ialah keluron menular yang dapat diikuti dengan kemajiran temporer atau permanen dan menurunnya produksi susu. Keluron yang disebabkan oleh brucella biasanya akan terjadi pada umur kebuntingan antara 5 sampai 8 bulan.
“Sapi dapat mengalami keluron satu, dua atau tiga kali, kemudian memberikan kelahiran normal, sapi terlihat sehat walaupun mengeluarkan cairan vaginal yang bersifat infeksius. Cairan janin yang keluar waktu terjadinya keluron berwarna keruh dan dapat merupakan sumber penularan penyakit,” terangnya.
Pada kelenjar susu tidak menunjukkan gejala klinis meskipun di dalam susunya didapatkan bakteri brucella. Sementara hewan jantan memperlihatkan gejala epididimitis dan orchitis. Gejala ini terutama terlihat pada babi yang dapat mengakibatkan kemajiran.
“Selain gejala-gejala itu, sering pula ditemukan kebengkakan pada persendian lutut (karpal dan tarsal). Masa inkubasi penyakit ini belum diketahui dengan pasti. Pada sapi berkisar antara 2 minggu – 8 bulan atau lebih lama,” beber Retno.
Perubahan yang terlihat adalah penebalan pada plasenta dengan bercak-bercak merah pada permukaan lapisan chorion. “Cairan janin terlihat keruh berwarna kuning kecoklatan dan kadang-kadang bercampur nanah. Ada kalanya pedet mati dengan perkembangan yang tidak normal,” ujarnya.
Diagnosa brucellosis pada hewan didasarkan pada isolasi dan identifikasi bakteri brucella, uji serologis, dan gejala klinis. “Dugaan adanya brucellosis timbul apabila ditemukan terjadinya keluron dalam kelompok ternak yang diikuti menghilangnya penyakit itu. Keluron biasanya ditemukan pada trimester terakhir atau umur pedet 6 bulan atau lebih,” terangnya.
Sumber : https://cimahikota.go.id