Kecamatan Sumur Bandung akan menjadi proyek percontohan pertama co-working space di Kota Bandung yang akan diresmikan dalam waktu dekat ini. Co-working space atau tempat kerja bersama yang digagas oleh Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bandung ini, akan menjadi pusat pengembangan ekonomi di setiap kecamatan.
Menurut Kepala Bidang Ekonomi Kreatif Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Bandung, Tris Avianti, dari 30 kecamatan di Kota Bandung, saat ini sudah 11 kecamatan yang siap dengan co-working space
“Hasil kajian Universitas Padjadjaran (Unpad), dari 30 kecamatan itu yang sudah siap, yaitu Kecamatan Rancasari, Cibiru, Sumur Bandung, Mandalajati, Ujung Berung, Batununggal, Bandung Wetan, Astananyar, Arcamanik, Lengkong, dan Kecamatan Cibeunying Kidul. Aktivasi 11 kecamatan ini menginisiasi kecamatan lainnya,” ungkap Tris di Balai Kota Bandung, Selasa (15/10/2019).
Pemkot Bandung akan membuat co-working space tematik di setiap kecamatan. Hal itu menyesuaikan dengan potensi wilayahnya masing-masing.
Tris menuturkan, Kecamatan Sumur Bandung dijadikan proyek percontohan karean co-working space sudah berjalan melalui kegiatan inkubasi dan beragam pelatihan. Di antaranya pelatihan pemandu wisata, melukis, menari tradisi dan pembuatan beragam kerajinan tangan.
“Di Kecamatan Sumur Bandung, kita manfaatkan di balai warga RW 08 Kelurahan Braga. Sekarang sudah berjalan, kemarin persiapan sejak mulai Maret,” kata Tris di Balai Kota Bandung, Jalan Wastukancana, Selasa (15/10/2019).
Kegiatan yang dilakukan di co-working space merupakan program berkelanjutan. “Ini mesin inkubasi, bukan hanya teori tapi juga praktek. Pertama membuka mindset, mengembangkan motivasinya supaya mereka bisa mandiri,” ujar Tris.
Tris menjelaskan. operasional co-working space akan dijalankan oleh petugas kewilayahan dengan menggandeng Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), Karang Taruna, kader PKK dan elemen masyarakat lain agar lebih banyak menjaring partisipasi.
“Kita juga akan bekerja sama dengan berbagai OPD (Organisasi Perangkat Daerah), seperti Disdagin, KUKM, Dispangtan, Dispora DP3APM. Terus stakeholder pengusaha juga dari HIPMI sudah siap, dan media tentu saja adalam mendukungnya menggunakan konsep pentahelix,” bebernya.
Sementara itu, Wakil Dekan Fakultas Teknologi Industri Pertanian (FTIP) Unpad, Dwi Purnomo yang ikut berkolaborasi sebagai mentor menyatakan, penekanan co-working space di level kecamatan ini bukan hanya persoalan pengadaan tempat semata.
Menurutnya, co-working space di tiap kecamatan ini bukanlah tempat kerja bersifat fleksibel yang dibuka secara komersil bagi para pengusaha baru. Namun, lebih pada ruang interaksi untuk masyarakat dalam rangka menggenjot kemandirian, khususnya di bidang ekonomi.
“Titik beratnya pada program. Jadi program pemberdayaan yang bisa dielaborasi baik anak muda, ibu-ibu dan bapak-bapak. Jadi tidak hanya sebagai co-working space yang berbayar dan diperuntukan untuk startup, tapi ini untuk elaborasi menciptakan ekosistem. Sehingga usaha lokal bisa naik dengan potensinya masing-masing berbasis pemberdayaan,” beber Dwi.
Lebih lanjut, Dwi mengungkapkan, co-working space level kecamatan ini bahkan berpotensi sebagai daya tarik baru di bidang pariwisata. Hal itu apabila setiap wilayah mampu mengolah kontennya secara menarik baik itu dari produk buatannya ataupun program pergerakannya.
Untuk menguatkan fondasi keberlangsungan co-working space, terang Dwi, akan ada panduan dengan menerapkan program dasar yang mengacu pada tiga konten utama yakni people, planet, dan provit.
“Tiga konten ini bisa memastikan tidak semata kegiatannya beres, ekonominya naik tapi juga lingkungannya juga baik. Nanti juga akan dibuatkan modul dan disampaikan dengan cara yang sangat menyenangkan disesuaikan dengan konteks lokal. Jadi kebanyakan workshop. Metodologinya agar masyarakat bisa berinteraksi satu sama lain dan bisa menjalin kerja sama,” papar Dwi.* humas.bandung.go.id