Awal tahun 2000-an waktu lagi rajin-rajinnya kumpul sama temen-temen sekampung, acara makan-makan kerapkali melengkapi rutinitas nongkrong. Terkadang ngaliwet, bakar-bakar atau sekedar ngemil makanan ringan.
uatu hari seorang teman membawa olahan makanan yang dimasaknya di rumah, makanan yang diolah dari bahan seadanya berupa krupuk kuning yang biasa ada di bubur atau kupat tahu, yang unik si krupuk nggak digoreng seperti biasanya tapi direbus sehingga teksturnya menjadi kenyal dan lembek, kemudian ditumis dicampur bumbu Bawang merah, bawang putih, garam, kencur, cabe rawit, dan penyedap rasa.
Tercium bau kencur dan cabe rawit yang menyengat, tanpa mencicipinya pun sekilas saya tau itu makanan pedas. Saya bukan fans makanan pedas, tapi penasaran juga untuk icip-icip, dan memang secuil aja menyentuh lidah, seketika mulut saya serasa kebakaran 😀
Beberapa tahun kemudian, saat rutinitas nongkrong tidak pernah dilakukan lagi karena teman-teman sudah memiliki kesibukan masing-masing. Makanan pedas itu muncul kembali meramaikan khazanah perkulineran Kota Bandung (meminjam kata-kata Saep si raja copet, hehe).
Entah siapa yang pertama mengkomersilkannya, makanan ini sekarang banyak dijajakan di pinggir jalan, sekolah-sekolah bahkan muncul warung-warung yang khusus menyajikan olahan ini. Variasi bahannya pun sekarang gak cuma krupuk kuning aja, ada bermacam-macam pilihan seperti makaroni, ceker ayam, mie, tulang, baso, basreng (baso goreng) , batagor, kwetiaw, siomay dll.
Bandung terkenal dengan wisata kulinernya, makanan yang dulu boleh dibilang dibikin saaya-aya (seadanya) karena keadaan darurat gak ada bahan makanan lain alias kantong lagi cekak, saat ini menjadi buruan para penikmat kuliner Kota Kembang.
Bahkan dalam iklan Google Indonesia 2016 yang lalu berjudul “Jalani dengan Google app – Jumat Malam“ makanan pedas ini muncul.
Cowok : “Seblak, apaaan tuh?….apa itu Seblak? (bertanya pada Mbah Google)
Google : “Seblak adalah makanan khas Bandung”
Foto : wikipedia.org