Puluhan, atau bahkan ratusan, juta Muslim di Asia memulai bulan suci Ramadan, Jumat (24/4), di bawah kebijakan ‘lockdown’ atau pembatasan sosial ketat lainnya.
Bagi banyak di antara mereka, Ramadan adalah saat untuk lebih mendekatkan diri dengan Allah, keluarga dan komunitas. Namun, wabah virus corona mengubah tradisi itu.
Banyak yang menjadi pengangguran, banyak yang membatalkan rencana mudik, dan tempat-tempat di mana Muslim biasa berbuka puasa bersama, seperti mal, taman dan masjid, ditutup.
“Terlalu menyedihkan untuk dikenang dalam sejarah,” kata Belm Febriansyah, seorang warga Jakarta kepada Associated Press.
Pembatasan sosial untuk memperlambat penyebaran virus corona diperpanjang dan bahkan ditingkatkan skalanya di Jakarta yang menjadi episentrum wabah di Indonesia. Hingga Jumat (24/4), Indonesia dilaporkan memiliki 8.211 kasus dengan 689 kematian.
Layanan penerbangan dan layanan kereta dihentikan untuk sementara untuk mencegah mudik tahunan menjelang Lebaran. Mobil-mobil pribadi juga dilarang meninggalkan Jakarta.
Malaysia juga memperpanjang lockdown selama dua minggu hingga 12 Mei, meski jumlah penambahan kasus menurun drastis menjadi belasan dalam sepekan terakhir.
Malaysia, dan negara-negara tetangganya seperti Singapura dan Brunei telah melarang diselenggarakannya bazar-bazar Ramadan di mana makanan, minuman dan pakaian dijual di pasar-pasar terbuka atau di toko-toko pinggir jalan.
Provinsi Sindh, Pakistan, melarang sholat tarawih setelah Asosiasi Medis Pakistan meminta PM Imran Khan dan para pemimpin keagamaan negara itu untuk mempertimbangkan kembali penolakan mereka untuk menutup masjid di seluruh negara itu.
Meski kasus COVID-19 yang dikukuhkan di Pakistan meningkat 600-700 per harinya, dari sebelumnya yang hanya 300, Khan menolak memerintahkan untuk menutup masjid. Ia malah menyerahkan keputusan untuk menutup atau membuka, itu kepada imam masing-masing masjid. Pakistan kini memiliki 11.155 kasus dengan 237 kematian.
Ramadan di India umumnya dimulai Sabtu. Bulan suci tersebut di sana diwarnai sentimen anti-Muslim menyusul munculnya tudingan bahwa lonjakan kasus COVID-19 di negara mayoritas penganut ajaran Hindu itu terkait pertemuan tiga hari kelompok misionaris Jamaat Tabligh di New Delhi Maret lalu.
Beberapa petinggi partai Hindu, Partai Bharatiya Janata, bahkan menyebut pertemuan itu terorisme corona dan kejahatan Taliban. (ab/uh)
Sumber : VOA Indonesia