Washington DC (VOA) Muslim menyambut Ramadan selagi dunia menghadapi pandemi virus corona, dan Amerika mencatat kasus dan korban terbanyak akibat COVID-19. Mematuhi perintah Presiden Donald Trump untuk tinggal di rumah sampai akhir April, masjid-masjid tutup, memaksa Muslim di Amerika menjalankan ibadah itu tanpa komunitas.
Ada kesamaan dalam penetapan awal Ramadan tahun ini, baik metode hisab atau kalkulasi ilmiah, maupun hilal. 1 Ramadan 1441 Hijriah adalah Kamis, 23 April 2020, dengan tarawih dimulai Kamis malam dan sahur pada Jumat dini hari.
Yang juga sama, kedua pihak akan mengisi Ramadan dalam suasana berbeda, sementara dunia menghadapi pandemi COVID-19.
Masjid komunitas Muslim Indonesia di Washington, DC, Imaam Center, bersama sekitar 60 persen masjid dan organisasi Muslim di Amerika, selalu mengikuti keputusan Fiqh Council of North America atau dewan fiqih Amerika Utara, yang mendasarkan ketetapan pada metode hisab.
Ketika mengumumkan keputusan itu pekan lalu, presiden IMAAM (Indonesian Muslim Association in America) yang membawahkan masjid Imaam Center, Arif Mustofa, menjanjikan Ramadan yang tetap semarak dan melibatkan seluruh anggota keluarga, walaupun secara virtual, sementara jemaah mematuhi keputusan pemerintah untuk tinggal di rumah dan masjid tutup. Ia juga menjanjikan semua kegiatan akan langsung dialihkan ke Imaam Center begitu masjid boleh beroperasi kembali.
Jadi, Arif mengajak jemaah, “Ghiroh Ramadan ini tidak boleh putus. Ghiroh Ramadan harus tetap seperti biasa kita rasakan.”
Hal yang tidak mudah bagi banyak jemaah karena semua kegiatan secara virtual itu tidak mencakup tarawih.
Menurut CEO dan ketua federasi imam seluruh Amerika utara Dr. Abdulhakim Mohamed, walaupun masjid tutup, semua kegiatan yang biasa dilakukan selama Ramadan tetap bisa dilakukan. Yang menantang, ia mengakui, meramaikan masjid dengan tarawih. Tetapi, ia mengingatkan, sejak ada tarawih, Nabi Muhammad menekankannya sebagai sunah, yang bisa dilakukan sendiri di mana saja.
Mohamed menyayangkan, “Banyak Muslim melihat Ramadan sebagai perenungan musiman guna meningkatkan iman. Sungguh, itu hanya bonus. Ada bonus-bonus tambahan yang bisa kita capai dalam bulan Ramadan, tetapi komitmen menjalankan agama adalah sepanjang tahun.”
Masalahnya, banyak jemaah merasa kemampuan mereka terbatas dalam melafazkan ayat-ayat Al quran, sementara mereka menginginkan yang terbaik dalam mengisi bulan yang diyakini penuh rahmah ini. Mengapa tidak tarawih bersama secara virtual?
Fahmi Zubir Zakaria, imam masjid Imaam Center menegaskan, tidak boleh. “Sholat harus nyambung shaf-nya dan harus di tempat yang sama. Kalau tidak satu tempat secara fisik, itu tidak boleh. Jadi, kita mengikuti imam tarawih di masjid sini, umpamanya di mana gitu, nah itu juga tidak boleh,” jelasnya.
Hal serupa disampaikan Hassan Mohammed, pengajar kajian Islam dan pendiri Tanzil Institute. Ia mengingatkan, tarawih hanyalah sholat malam. “Jika hafalan Alquran kalian terbatas, hanya hafal dua surat, tidak masalah. Baca saja ke dua surat itu berulang-ulang. Jadi, dalam situasi ini, tidak salah, kalau kalian hanya bisa membaca yang kalian tahu,” tukasnya.
Namun, Mohammed menyerahkan keputusan pada ulama dalam komunitas masing-masing. Kalau yang diinginkan adalah sholat berjamaah, Mohammed menyatakan, itu bisa dilakukan bersama anggota keluarga sehingga pahala bisa didapat seluruh keluarga.
Penutupan masjid, diakui Dr. Rania Awaad, dosen psikiatri pada Stanford University dan psikiater pada El Camino Women’s Medical Group di California, memberatkan Muslim yang terimbas wabah virus corona maupun pembatasan sosial bahkan lockdown, terutama secara psikis. Dan beban itu tidak bisa dibagi secara langsung dengan kerabat karena kita harus tinggal di rumah.
Tetapi, ia mengingatkan, pintu-pintu kerabat kita tidak tutup. Tetap buka secara virtual. Rania menyarankan, “Berbuka puasa atau sahur sambil tersambung secara virtual dengan orang-orang terdekat kita.”
Presiden Trump sudah memberi sinyal bahwa peraturan tinggal di rumah akan segera dicabut. Muslim bisa berharap masjid akan segera beroperasi kembali dalam Ramadan ini. Sampai saat itu, seperti diingatkan Hassan Mohammed tetap optimistis.
Dalam surat terbuka di situs Darussalaam, Abdul Qaadir Abdul Khaaliq, wakil kepala sekolah Islam Al-Huda di College Park, Maryland, membayangkan dan berharap, begitu dibuka kembali, masjid-masjid akan lebih penuh daripada sebelumnya. [ka/jm]