Pandemi Virus Corona atau Covid-19 yang terjadi tidak hanya berdampak pada bidang kesehatan, namun juga pada bidang perekonomian. Dampak yang paling terlihat adalah naiknya harga produk kesehatan seperti masker, hand sanitizer, dan alat pelindung diri (APD). Selain itu, tidak sedikit masyarakat yang kehilangan pekerjaan dan mengalami masalah finansial akibat adanya pandemi tersebut.
Berangkat dari permasalahan tersebut, bisnis konfeksi yang dikelola oleh keluarga Muhammad Fahmi Ulin Nuha, mahasiswa psikologi Universitas Airlangga (UNAIR) angkatan 2019 berusaha untuk membantu UMKM penjahit di daerahnya yang kehilangan pekerjaan karena tidak mendapat orderan dengan memberikan pekerjaan. Yaitu untuk menjahit tas, dompet, dan lain sebagainya.
“Banyak UMKM penjahit yang kehilangan pekerjaannya dan bahkan ada yang tidak makan berhari-hari karena tidak ada pemasukan. Jadi, kami memberi pekerjaan jahitan tas dan dompet namun itu juga tidak seberapa,” ucap mahasiswa yang akrab disapa Fahmi itu.
Kemudian permasalahan lain muncul dari kakak Fahmi yang sedang menempuh pendidikan spesialisas dokter anak. Ia meminta untuk dibuatkan baju APD dengan bahan spunbond karena barang di pasaran susah dicari dan harganya sangat mahal.
Menurut Fahmi, tingginya harga baju APD di pasaran disebabkan oleh langkanya bahan spunbond. Namun kenaikan harga yang mencapai ratusan ribu juga dapat dibilang tidak masuk akal.
“Setelah kita diminta tolong oleh kakak saya dan teman-temannya, melihat kondisi UMKM penjahit di sekitar yang tidak dapat penghasilan, dan petugas medis yang kewalahan dengan masalah alat pengaman, maka kami sekeluarga sepakat untuk memproduksi baju APD dengan harga yang sangat murah,” jelasnya.
Proses Produksi Baju APD
Upaya mengubah bisnis konfeksi menjadi produsen baju APD diawali dengan konsultasi kepada para dokter dan rumah sakit relasi. Hal itu untuk memastikan baju APD yang telah diproduksi telah memenuhi standar medis. Kemudian, setelah dipastikan memenuhi standar medis, berlanjut pada upaya mencari bahan spunbond yang sudah langka di pasaran.
“Alhamdulillah, setelah beberapa upaya akhirnya kita dapat akses langsung dari pabrik yang memproduksi kain spunbond tersebut,” ucapnya.
Bisnis tersebut telah memproduksi sekitar 7.000 baju APD dalam waktu satu minggu. Target produksi yang direncakan adalah mencapai 26.000 baju APD.
Baju APD tersebut juga dijual dengan harga yang murah. Yaitu sebesar 30 ribu rupiah untuk kain 50 gsm dan 60 ribu rupiah untuk kain dengan kualitas 75 gsm.
“Kami juga meningkatkan ongkos para penjahit dan tim produksi lainnya agar mereka dapat bertahan dalam menghadapi wabah Covid-19 ini,” lanjut[ Fahmi.
Setidaknya terdapat 50 karyawan yang bekerja dengan Fahmi dan keluarga. Untuk mencegah penularan Covid-19, Fahmi dan keluarga menerapkan beberapa upaya, di antaranya adalah menyediakan tempat cuci tangan dan sabun antiseptik; penyemprotan gudang dua hari sekali; menyediakan hand sanitizer; pemakaian masker oleh para pekerja; dan melarang pekerja yang sakit untuk tidak pergi bekerja walaupun hanya sakit ringan. Mereka yang sakit dipersilahkan untuk istirahat di rumah lebih dulu.
Hadapi Tantangan
Selain kelangkaan bahan produksi, tantangan yang harus dihadapi oleh bisnis tersebut adalah ketika proses distribusi. Harga produk yang murah tersebut bertujuan untuk memudahkan petugas medis dan rumah sakit untuk memperoleh APD.
Hanya saja, tidak sedikit oknum yang memesan baju APD, mengaku bekerjasama dengan rumah sakit namun setelah dicek ternyata baju APD tersebut dijual kembali dengan harga yang kelewat tinggi. Ada pula pihak yang mengaku dokter namun ternyata adalah penjual alat-alat kesehatan sehingga pesanan yang dilakukan oleh oknum tersebut akhirnya dibatalkan.
“Pihak yang bekerja sama dengan rumah sakit kami minta untuk ambil sendiri ke tempat kami oleh pihak rumah sakit. Jika tidak diambil oleh pihak rumah sakitnya, maka pesanan akan dibatalkan,” terangnya.
Untuk mencegah kejadian serupa, Fahmi dan keluarga berupaya untuk lebih selektif lagi dalam menerima pesanan. Jika terdapat pihak yang dicurigai, maka akan dimintai keterangan lebih lanjut untuk memastikan.
Selain menjual dengan harga yang murah, sebagian hasil keuntungan juga digunakan untuk donasi berupa APD gratis. Donasi tersebut lebih diutamakan untuk diberikan pada dokter, rumah sakit, atau puskesmas yang sangat membutuhkan. Fahmi juga dibantu oleh teman-teman mahasiswa dalam proses publikasi dan penyaluran barang.
Dalam menghadapi pandemi ini, Fahmi berharap masyarakat menjadi lebih sadar akan kesehatan dan tetap taat pada aturan dari pemerintah. Selain itu, petugas medis harus didukung oleh berbagai pihak, salah satunya dengan memberikan persediaan alat-alat medis agar tidak kehabisan. Menurutnya, jika tenaga medis ikut terkena wabah, maka tidak ada lagi yang bisa diandalkan.
“Saya harap dengan saya dan keluarga melakukan langkah ini, akan ada langkah-langkah lain yang serupa yang dilakukan oleh orang lain dan di tempat lain,” pungkasnya. (*)
Penulis : Galuh Mega Kurnia
Editor : Binti Q. Masruroh
Sumber :http://news.unair.ac.id