• Tentang Kami
  • Iklan & Layanan
  • Pedoman Media Siber
  • Disclaimer
  • Kontak Kami
Jumat, 26 Desember 2025
TV Harmoni
  • Berita
    • Jawa Barat
    • Kab. Bandung
    • Kab. Bandung Barat
    • Kota Bandung
    • Kota Cimahi
    • Nasional
  • Keluarga
  • Kesehatan
  • Entertainment
  • Olahraga
    • Bewara Persib
  • Ekonomi
  • Tekno
  • Religi
  • TVH
No Result
View All Result
  • Berita
    • Jawa Barat
    • Kab. Bandung
    • Kab. Bandung Barat
    • Kota Bandung
    • Kota Cimahi
    • Nasional
  • Keluarga
  • Kesehatan
  • Entertainment
  • Olahraga
    • Bewara Persib
  • Ekonomi
  • Tekno
  • Religi
  • TVH
No Result
View All Result
No Result
View All Result
TV Harmoni
  • Berita
  • Keluarga
  • Kesehatan
  • Entertainment
  • Olahraga
  • Ekonomi
  • Tekno
  • Religi
  • TVH
Home Religi

Fenomena Hijrah: Antara Spiritualitas dan Simbol

TV Harmoni oleh TV Harmoni
Jumat, 26 Desember 2025
in Religi
0 0

Oleh : Febri Satria Yazid

Hijrah, pada mulanya, adalah perjalanan sunyi. Ia bukan gegap gempita, bukan sorak tepuk tangan, apalagi panggung pertunjukan.

Hijrah adalah dialog paling jujur antara manusia dan Tuhannya, tentang luka,  tentang penyesalan, tentang harapan, dan tekad untuk pulang ke arah yang lebih terang dan tenang.

Dalam makna spiritual, hijrah merupakan usaha sadar untuk meninggalkan segala hal yang buruk menuju yang lebih baik.
Fenomena yang saat kita kita lihat di tengah masyarakat  adalah agama tidak lagi hanya dimaknai sebagai tuntunan hidup, tetapi juga dikemas sebagai “produk pengalaman spiritual”: eksklusif, berjenjang, berlabel, dan berharga.

Kajian berbayar diposisikan bukan sekadar sebagai majelis ilmu, tetapi sebagai event, kelas premium, atau spiritual experience, sehingga menjadi komodifikasi agama, yakni ketika nilai-nilai spiritual masuk ke dalam logika pasar.

Kajian berbayar sering menawarkan ;  kemasan modern, branding ustadz yang kuat, suasana eksklusif, serta narasi “hijrah total”.

Bukan hanya soal belajar agama, tapi juga: “Aku bagian dari kelompok yang sadar, yang berbeda, yang sedang menuju kebaikan”, spiritualitas elit.

Muncul pola instant piety: cepat merasa “sudah hijrah”, tapi belum matang dalam adab, akhlak, dan toleransi. Hal ini sangat mengkuatirkan jika agama hanya dikemas sebagai emosi sesaat, bukan proses panjang pembentukan karakter.

Dakwah hari ini memang hidup di ekosistem digital dan ekonomi kreatif. Ustadz, lembaga, dan tim produksi juga butuh keberlanjutan secara finansial. Yang terpenting bukan ada atau tidaknya biaya, tetapi tidak menanamkan fanatisme sempit.

Agar kajian berbayar berjalan beriringan dengan kajian terbuka dan gratis, sebagai bentuk keadilan sosial dalam dakwah.

Beberapa pesan kunci yang sering disampaikan para pemikir Muslim Indonesia bahwa Ilmu agama bukan barang dagangan, tapi amanah.

Hijrah sejati tidak berhenti pada forum, tetapi tercermin dalam akhlak sosial: kejujuran, empati, dan keadilan. Generasi muda perlu diajak berpikir kritis dan rendah hati, bukan sekadar patuh pada figur.

Ketika spiritualitas bertemu pasar, dan iman hidup di tengah algoritma. Pasar tidak selalu salah, tetapi ketika ia menjadi penentu arah spiritualitas, yang berisiko hilang adalah keikhlasan.

Tugas para ustadz, intelektual, dan masyarakat bukan sekadar menghakimi, tetapi menjaga agar agama tetap menjadi cahaya, bukan komoditas.

Dan tugas generasi muda adalah terus bertanya dengan jujur: “Apakah aku sedang mendekat kepada Tuhan, atau sekadar merasa sedang berada di barisan yang benar?”.

Dalam ekosistem ini, iman bisa tumbuh, tetapi juga bisa dangkal. Ia mudah disukai, namun cepat dilupakan. Iman yang seharusnya membimbing manusia, kadang justru dibentuk oleh apa yang “ramai”.

Ketika segala sesuatu mudah menjadi tontonan, hijrah pun perlahan bergeser makna. Ia tak lagi sekadar perjalanan batin, tetapi kerap berubah menjadi simbol, identitas, bahkan citra.

Di titik inilah kita perlu berhenti sejenak dan bertanya: apa yang sebenarnya sedang kita tuju dalam hijrah?

Hijrah sejatinya lahir dari kegelisahan yang tak selalu bisa diucapkan. Ia tumbuh dari rasa takut akan murka Tuhan, sekaligus rindu pada kasih-Nya.

Proses ini sering kali berlangsung diam-diam, tanpa saksi, tanpa pengakuan, bahkan tanpa validasi dari siapa pun.

Hijrah bukan tentang seberapa cepat berubah, melainkan seberapa dalam seseorang mengenali dirinya. Ia tidak selalu tampak di luar, pada pakaian, bahasa, atau symbol, tetapi terasa di dalam yaitu  pada cara menahan amarah, memaafkan, berlaku jujur, dan menjaga amanah serta punya pengaruh atau dampak yang ditimbulkan pada semesta.

Ketika hijrah menjadi panggung, ada risiko yang mengintai antara lain keikhlasan bisa tergeser oleh kebutuhan untuk dilihat dan diakui.

Padahal, Tuhan tak menilai dari sorotan, melainkan dari niat yang tersembunyi di relung hati.

Tak bisa dipungkiri, hijrah hari ini telah menjadi fenomena sosial. Media sosial dipenuhi narasi perubahan, komunitas hijrah tumbuh subur, dan simbol religius semakin populer.

Di satu sisi, ini membawa kebaikan bahwa  agama kembali dibicarakan, nilai moral digaungkan, dan kesadaran spiritual meningkat.

Ketika hijrah menjadi arus, tampak di luar berubah drastis, tetapi di dalam belum sempat berbenah.

Perubahan yang seharusnya bertahap dan penuh pergulatan, kadang dipercepat demi citra.  Lebih dari itu, hijrah yang menjadi tren berisiko melahirkan sikap menghakimi.

Seolah yang belum berubah dianggap tertinggal, dan yang baru berubah merasa sudah sampai, padahal hijrah bukan lomba.

Pertanyaan paling jujur dalam perjalanan hijrah mungkin adalah yang berubah diri, atau hanya tampilan diri?.

Perubahan sejati menuntut keberanian untuk menghadapi masa lalu tanpa membencinya, dan masa depan tanpa kesombongan. Ia terlihat pada konsistensi, bukan sensasi.

Pada kesabaran, bukan sekadar pernyataan. Sementara perubahan citra cenderung rapuh. Ia bergantung pada respons orang lain, mudah goyah oleh kritik, dan cepat lelah ketika pujian berkurang.

Hijrah yang hanya berhenti pada simbol berisiko kehilangan ruhnya spiritualitas itu sendiri.

Hijrah yang utuh adalah ketika seseorang semakin rendah hati, semakin lembut pada sesama, dan semakin jujur dalam amanah hidupnya.

Bukan ketika merasa paling benar, tetapi ketika semakin sadar betapa luasnya rahmat Tuhan.

Hijrah bukan soal terlihat lebih suci, melainkan berusaha menjadi lebih taat. Bukan tentang siapa yang paling cepat berubah, tetapi siapa yang paling setia bertahan di jalan kebaikan, meski terseok dan jatuh bangun.

Jika hijrah adalah perjalanan, maka ia tak perlu diumumkan dengan lantang. Cukup dijalani dengan sabar. Sebab perubahan yang paling bermakna sering kali terjadi dalam diam dan justru di sanalah Tuhan paling dekat.

Ketika agama menjadi identitas sosial semata, ada risiko reduksi makna iman. Iman yang paling utuh adalah yang tidak selalu terlihat, tetapi paling terasa dalam sikap dan perbuatan.(fsy).

Foto ilustrasi: Gemini AI

Bagikan ke Facebook Bagikan ke Twitter Bagikan ke WhatsApp
TV Harmoni

TV Harmoni

Info Terkait

LIPUTAN KHUSUS – MT. Yasmeena – Menjaga Tauhid Hingga Ajal Tiba | Ustad Tengku Maulana | Masjid Agung Trans
Religi

LIPUTAN KHUSUS – MT. Yasmeena – Menjaga Tauhid Hingga Ajal Tiba | Ustad Tengku Maulana | Masjid Agung Trans

Kamis, 25 Desember 2025
LIPUTAN KHUSUS : MTRS – Mujahadah Community – Dewan Keluarga Masjid Yahya Idrus : Kajian Rutin ” Hati yang Selamat
Religi

LIPUTAN KHUSUS : MTRS – Mujahadah Community – Dewan Keluarga Masjid Yahya Idrus : Kajian Rutin ” Hati yang Selamat

Kamis, 25 Desember 2025
MTRS – Mujahadah Community – Dewan Keluarga Masjid Yahya Idrus : Kajian Rutin ” Hati yang Selamat “
Religi

MTRS – Mujahadah Community – Dewan Keluarga Masjid Yahya Idrus : Kajian Rutin ” Hati yang Selamat “

Kamis, 25 Desember 2025
MT. Yasmeena – Menjaga Tauhid Hingga Ajal Tiba | Ustad Tengku Maulana | Masjid Agung Trans
Religi

MT. Yasmeena – Menjaga Tauhid Hingga Ajal Tiba | Ustad Tengku Maulana | Masjid Agung Trans

Rabu, 24 Desember 2025
Kajian Aqidah MT. Ummahtul Qurani Bandung
Religi

Kajian Aqidah MT. Ummahtul Qurani Bandung

Jumat, 19 Desember 2025
Religi

Hadiri Kajian Spesial Tarhib Ramadhan: Hypnotherapy “Pulih dalam Pelukan Takdir”

Jumat, 19 Desember 2025
  • Tentang Kami
  • Iklan & Layanan
  • Pedoman Media Siber
  • Disclaimer
  • Kontak Kami

© 2024 Harmoni Online

  • Berita
    • Kota Bandung
    • Kota Cimahi
    • Kab. Bandung
    • Kab. Bandung Barat
    • Jawa Barat
  • Kesehatan
  • Keluarga
  • Ekonomi
  • Etalase
  • Olahraga
  • Entertainment
  • Unik
  • Wisata
  • Religi
  • Video
  • Foto

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist