BILA TUNA NETRA INGIN
Kota Bandung – Pramukopi atau kebanyakan orang mengenalnya dengan barista adalah sebutan untuk seseorang yang pekerjaannya membuat dan menyajikan kopi kepada pelanggannya, tentu secara profesional. Di tanah air, kata “barista” yang merupakan bahasa Italia berarti “pelayan bar” itu, beberapa tahun terakhir sudah lazim terdengar, seiring menjamurnya kedai kopi di Indonesia. Apalagi, sejak 2014 secara besar – besaran peminat kopi di kalangan muda membludak, sehingga kebutuhan akan profesi barista pun meningkat hingga sekarang.
Menyiapkan dan menyediakan kopi yang diseduh dulunya mungkin dianggap biasa saja. Namun kini dengan adanya teknik-teknik penyeduhan yang kompleks dan seiring perkembangan waktu, kedai-kedai kopi di Indonesia terus berkembang dan semakin modern, dan bahkan menyesuaikan dengan perkembangan kedai kopi di dunia. Karenanya, pelatihan bagi Pramukopi atau barista semakin jamak juga kita temui. Dan peminatnya, tak bisa dibilang sedikit, apalagi dari anak anak muda.
Namun, apa jadinya, jika pelatihan meracik kopi itu diikuti oleh mereka para disabilitas tunanetra, emak – emak pula. Jangan sepelekan, seru dan menginspirasi. Faktanya mereka bisa sajikan kopi kekinian yang tidak kalah rasa dan lezatnya, seperti disajikan para barista kebanyakan. Pelatihan berthema “Meracik Dalam Gelap” itu dirupakan dalam bentuk Sharing Session, digelar oleh Kopi Netra dan Komunitas Blind Moms di Studio Anthony Musical, Jalan Karang Anyar Kota Bandung, Sabtu 19/07/25.

Dibagi menjadi tiga meja/ kelompok masing masing 3 hingga 4 peserta, mereka tekun mendengar penjelasan pemateri maupun panitia, terkait penyelenggaraan pelatihan. Tak hanya tekun mendengar, peserta juga dikenalkan langsung beragam istilah – istilah perkopian mulai Americano, Cappuccino, Blen, Affogato dan lain lain, hingga pengenalan alat diantaranya apa yang disebut Aeropress, pula Burr Grinder, juga jenis – jenis kopi, berikut asal kopi.
Popon Siti Latipah Ketua Blind Moms Community Bandung mengatakan, Sharing Session yang digelar pihaknya diikuti lebih dari 10 orang peserta, dilatar belakangi para anggota yang ingin memiliki keterampilan dalam meracik kopi yang tidak hanya biasa – biasa saja.
“Selain meracik kopi, peserta juga diajak mempelajari meracik teh. Kebetulan, salah seorang anggota kami di Jakarta, yakni bu Restiawati pemik usaha Kopi Netra, berkenan berbagi ilmu. Maka jadilah kegiatan digelar”, ungkap Popon.
Lebih lanjut Popon menyampaikan, tujuannya para mama tuna netra itu ingin meracik kopi setidaknya sekelas café, meskipun hanya disajikan untuk keluarga. Selain itu, diharapkan setelah pelatihan, peserta berketerampilan dan berkembang, sehingga bisa misalnya miliki usaha level UMKM berbasis kopi dan teh.
“Pesertanya ini perwakilan dari Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Bandung Raya ya ; Kota Bandung, Cimahi, Kabupaten Bandung dan Bandung Barat. Nantinya, usai pelatiha, peserta diharapkan juga menularkan keterampilan dan pengetahuan kepada anggota lain di wilayahnya masing – masing”, pungkas Popon.
Sementara Restiawati, Barista Perempuan Tunanetra pemilik @kopi.netra pemateri dalam kegiatan “Meracik Dalam Gelap” mengatakan, Kopi Netra adalah brand yang didirikannya pada 2021, berupa kedai kopi. Awalnya berdasar pada pertimbangan lapangan kerja bagi disabilitas tunanetra yang tak banyak atau sempit, sehingga dengan dirinya belajar dan menekuni menjadi peracik kopi profesional diharapkan mampu menginpirasi kepada tunanetra lainnya.
“Sejauh ini saya juga masih terus berproses, selama empat tahun-an. Kita melibatkan biasanya peserta training kepada yang tertarik belajar. Alhasil dua kali terselenggara di Jakarta. Kopi Netra tidak miliki kedai, jadi peserta yang magang, biasanya diajak terlibat ketika open bar di event – event, berdasar undangan. Sementara untuk pemasaran selama ini melalui Instagram”, kata Resti.
Resti menambahkan, tahun 2025 ini ada pergeseran target yakni, peserta pelatihan perempuan dan tunenetra. “Para perempuan tunanetra terutama ibu rumah tangga ini, bisa menghasilkan sesuatu dari rumah”, ungkap Resti optimis.
Harapannya dengan pelatihan ini mereka lebih berdaya, bisa membantu perekonomian keluarga, seusai belajar meracik minuman teh dan kopi kekinian. “Saya yakin, untuk ibu – ibu lebih relate buat usaha kecil kecilan jadi kekinian, sehingga kedepannya bisa maju, sama – sama menjadi pendorong perekoniam keluarga yang lebih baik, selain membangun kemandirian”, Resti mengakhiri.
Beberapa peserta Sharing Session diantaranya Heni Ferawati sangat senang bisa mengikuti pelatihan. “Selama ini kan kita seberanya sudah mengenal kopi, namun dengan pelatihan ini meracik ini jadi lebih memahami jenis – jenis kopi, cara meracik hingga menyajikannya”, ungkap Heni.
Osi Kurniasih peserta lainnya ungkapkan hal yang sama. “Tiap hari buatnya kopi instan saja, sekarang menyenangkan mendapat pengalaman seru kali pertama meracik kopi, bisa jadi produk minuman kopi kekinian, juga teh kekinian”, kata Osi.
Sementara, Tina Sulastri peserta lainnya lagi berharap, dirinya bisa membuka usaha warung kecil-kecilan khusunya minuman berbahan kopi dan teh. “Setelah pelatihan, saya ingin mengembangkan buka usaha warungan, yakin bisa, tentu semuanya bertahap ya”, pungkasnya. [gpwk]