Prestasi anak erat kaitannya dengan peran keluarga, khususnya ayah dan ibu. Keberhasilan anak tidak hanya bergantung pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik, tetapi juga pada dukungan dan bimbingan dari kedua orang tua.
Kehadiran ayah dan ibu yang kompak sangat penting, bukan hanya dalam hal pengasuhan tetapi juga dalam mendidik anak agar berhasil di lingkungan sekolah maupun masyarakat.
Belakangan ini, media sering membahas konflik dalam keluarga dan kasus perceraian. Salah satu dampak signifikan dari konflik-konflik tersebut adalah hilangnya kolaborasi antara ayah dan ibu dalam mendidik anak, yang mengakibatkan anak kehilangan salah satu figur penting dalam hidupnya.
Mengenai hal tersebut, artikel ini akan membahas ketiadaan peran ayah atau yang biasa disebut “fatherless”.
Fatherless adalah kondisi di mana seorang anak tidak memiliki ayah, baik secara fisik maupun psikologis.
Fatherless bisa disebabkan oleh berbagai faktor seperti perceraian, kematian, atau masalah kesehatan yang memisahkan ayah dari anak. Bahkan dalam beberapa kasus, ayah yang tinggal bersama anak pun bisa dianggap “tidak hadir” jika frekuensi interaksi mereka sangat minim.
Namun, apakah benar kondisi fatherless bisa berdampak buruk pada prestasi anak?
Menurut psikolog Universitas Gadjah Mada, Diana Setyawati, menyatakan “ketiadaan peran atau kurang terlibatnya ayah dalam keluarga dapat memunculkan hambatan dalam proses perkembangan anak”.
Dalam penelitian lain mengungkapkan, Dampak fatherless yang akan dialami oleh anak-anak dapat berupa guncangan jiwa psikologis, sehingga anak memiliki rasa kecewa, putus asa, malas, dan tidak semangat.
Dampak-dampak tersebut tentu bisa mengganggu fokus anak dalam belajar, baik di sekolah maupun di rumah, sehingga proses belajarnya pun menjadi tidak maksimal. Anak-anak sering merasa kurang termotivasi tanpa dukungan dan dorongan dari figur ayah, sehingga prestasi mereka cenderung menurun.
Seorang ayah harus menyempatkan waktu di sela kesibukannya untuk berinteraksi dengan anak, memberikan dukungan, dan mengingatkan anak untuk tekun belajar. Dukungan dan perhatian seperti ini adalah bentuk kasih sayang yang sangat diharapkan oleh anak.
Dalam kasus lain, meskipun terjadi perpisahan, penting untuk memastikan anak tetap mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari kedua orang tuanya. Hubungan yang harmonis antara ayah dan anak harus dipertahankan agar memberikan dampak positif pada perkembangan emosional anak.
Namun tidak menutup kemungkinan, jika anak hanya tinggal dengan ibu, maka ibu perlu memiliki keterampilan dalam mendukung anak, baik secara emosional maupun akademis. Dengan begitu, anak akan tetap termotivasi untuk meraih prestasi meskipun tanpa kehadiran ayah secara langsung.