Innalillaahi wainnailaihiraaji’uun…
Berbelasungkawa mendalam atas meninggalnya Hj.Sri Hartati, Maestro Vokal Keroncong, Tokoh Keroncong, Juara Bintang Radio Tingkat Nasional dekade 70 – 80an asal Jogjakarta. Almarhumah Sri Hartati lahir pada 28 Mei 1950, dan meninggal dunia pada Kamis 19 Juni 2025 (usia 75 Tahun). Alamat Duka Tukangan DN2/714 Jogjakarta. Jenazah Almarhumah, akan dimakamkan di Makam Purbonegaran, Kamis 19 Juni 2025 Pukul 16:30 WIB.
Kota Bandung – Sebagai seorang Radio Journalist, saya berkesempatan mengenal langsung sosok Alm. Sri Hartati, pada 2010 silam, kurang lebih setelah 2 tahunan mengampu siaran Kharisma Keroncong di Lita FM Bandung. Kala itu, seorang pegiat keroncong di Surakarta (Solo) menyampaikan langsung, jika ke Jogjakarta jangan lupa untuk bisa mewawancarai atau meliput kegiatan Subarjo HS dan Sri Hartati.

Pesan itu terus terngiang di telinga, hingga pada suatu ketika saat ada perhelatan kegiatan keroncong, kesempatan untuk bertemu langsung, saya manfaatkan dengan baik.
Pak Subarjo HS (Alm) adalah Maestro Keroncong dari Kotagede Jogjakarta, yang juga Juara Bintang Radio Keroncong. Kesempatan kali pertama bisa jumpa beliau saat kegiatan bersama Orkes Keroncong Rinonce Pimpinan Pak Martinus, di Jogja.
Berikutnya adalah saat Rinonce di Taman Budaya Jawa Tengah di Surakarta, dimana Mbah Barjo menyanyi beberapa lagu dalam pentas itu.
Selanjutnya, pada kesempatan lain, di Jogjakarta kegiatan Simphony Kerontjong Moeda #3 di Auditorium SMM Jogjakarta 20 Oktober 2012. Mbah Barjo dan Bu Sri Hartati juga mendapat panggung utama untuk berkeroncong diiringi para belia.
Selanjutnya bisa ditebak, usai bisa berkomunikasi langsung dengan Bu Sri Hartati, terbuka lebar pintu ngobrol dengan almarhum. Pertemuan demi pertemuan terus terjadi dengannya, termasuk saat Bu Har menjadi juri dalam Festival Vokal Keroncong Se-Indonesia di Temanggung Jateng pada 23 – 24 November 2012.
Sebagai Jurnalis yang diundang untuk meliput sekaligus menyiarkan langsung melalui Radio Keroncong Indonesia, kebetulan mendapat “jatah” kamar di penginapan, bersebelahan dengan Bu Har, termasuk dua orang juri lainnya, Mas Imoeng Mangimoes Cr dan Mas Liliek Jasqee.
Kesempatan emas itu tak saya sia-siakan. Saya mewawancarai beliau mengenai banyak hal, utamanya terkait keroncong. Beberapa diantaranya sudah pernah saya publish dalam bentuk catatan ringan, pula audio yang disiarkan di radio. Namun sebagian besar lainnya, masih saya simpan hingga kini file wawancara tersebut.

Usai tugas beliau menjadi juri, saya sampaikan, “Bu, jika memang Ibu berkenan ngemong anak – anak muda berkeroncong di Bandung, sebaiknya menyempatkan datang langsung ke Bandung”. Saat itu saya menyatakan, fatwa Bu Har sebagai seorang maestro tentu sangat dinantikan oleh pegiat muda (yang baru mulai mengenal keroncong tentunya).
Pucuk dicinta ulam tiba. Peribahasa ini sangatlah tepat jika saat ini saya ungkap. Suatu ketika, mendapat khabar, bahwa Bu Sri Hartati ada kunjungan urusan keluarga di Bandung, sehingga bisa singgah di studio Lita FM.
Dalam pembicaraan telephone itu, saya minta agar dijadwalkan pada Jumat malam, lantaran pada hari itu adalah jadwal siaran keroncong. Dan kebetulan, pada Jumat 18 Januari 2013 itu, ada siaran live bersama Orkes Keroncong Gerenyem Nilem – Mahasiswa Sekolah Tinggi Seni Indonesia / STSI (kini Institut Seni Budaya Indonesia /ISBI) Bandung.
Jadilah, Jumat malam itu menjadi istimewa, lantaran adik – adik mahasiswa yang masih belajar keroncong itu, harus bener – benar “belajar” keroncong langsung dari maestro-nya Sri Hartati. Bu Sri berkesempatan menyanyikan dua lagu, satu keroncong asli, satunya lagi adalah Langgam Sepasang Mata Bola.
Saat wawancara siaran beliau mengatakan, “Bandung ini berbeda memang anak mudanya dalam berkeroncong. Mereka berani memainkan alat musik keroncong yang diakurkan dengan alat musik lain, bahkan tradisional Sunda. Sensasi-nya berbeda”.
Pada bagian lain wawancara itu, almarhum juga dengan gaya keibuan menyatakan, “Saya jauh – jauh dari Jogjakarta ke Bandung, karena Mas Partho ini memang jago memaksa dan terbukti, berani jamin anak – anak muda serius belajar keroncong. Saya menjadi saksinya. Memang benar , Preman Keroncong Mas Partho ini”.
Selanjutnya, setelah pertemuan demi pertemuan, saya belum bisa lagi bertemu beliau. Bahkan ketika beberapa kali ke Jogjakarta-pun, kesempatan untuk sowan langsung itu, pada akhirnya tak mungkin akan terjadi.
Kini, agenda saya akan menjadwalkan ke makam para senior keroncong sahabat baik, seperti Mas Andi Prih, Mbah Barjo, dan tentu ke makam Bu Sri Hartati. Kawan Krontjonger Jogjakarta lainnya, Mamad S Dahry dalam pesan singkat WA ke saya menyampaikan, “Le nyarekke di makam jejer suaminya, pak Juwari Wardoyo, Bintang Radio Maestro keroncong lawas juga”.
Selamat Jalan, Sugeng Tindak Bu Sri Hartati, Maestro Keroncong Jogja.
Suwargo Langgeng.
*) catatan Ganang Partho WK, Jurnalis Bandung, Krontjogers Indonesia.