Meskipun perekonomian menunjukkan pertumbuhan yang positif di mana pada triwulan I-2024 Pertumbuhan ekonomi sebesar 5,1 persen year on year (y-o-y) dan 5,05 persen pada triwulan II-2024 (BPS), ternyata didapat realitas daya beli masyarakat justru mengalami penurunan yang cukup drastis.
Hal tersebut tercermin dari Data Indeks BRI, yang indeks bisnis UMKM terindikasi mengalami penurunan sejak triwulan III tahun 2024.
Menurut Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM), Teten Masduki, lemahnya daya beli masyarakat juga berdampak pada omset atau pendapatan para pengusaha usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia.
“Indeks bisnis UMKM justru menurun sejak Triwulan III Tahun 2024 karena daya beli masyarakat anjlok dan menyebabkan UMKM turun, ini tidak bisa dianggap sepele,” ujar Teten dalam keterangan tertulis resminya dilansir Disway.id, Jumat 6 September 2024.
Hal serupa juga senada diungkapkan oleh Ekonom Senior dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad.
Dalam pandangan Tauhid, fenomena anjloknya daya beli masyarakat juga dapat dilihat dari tingkat deflasi yang dialami Indonesia selama empat bulan berturut-turut ini.
“Kalau ke ekonomi, itu berarti tanda-tandanya kelemahan konsumsi. Artinya kalau tingkat konsumsi turun, maka pertumbuhan ekonominya turun. Konsumsi turun juga akan membuat sektor usaha yang memanfaatkan konsumsi masyarakat juga akan ikut turun,” jelas Tauhid.
Dia menjelaskan, bahwa sektor yang paling merasakan dampak dari pelemahan daya beli masyarakat ini adalah sektor usaha swasta atau usaha mikro, kecil, UMKM, serta usaha-usaha kecil yang belum punya nama besar.
“Misalnya yang turun di industri makanan, berarti industri-industri yang berbasis makanan akan turun dan baru makanannya yang turun. Baru pertumbuhan ekonomi juga turun, saya duga pertumbuhan kuartal ketiga agak melambat jika dibandingkan dengan kuartal kedua,” ujar Tauhid.