Santer terdengar kabar sebelumnya, perusahaan tekstil raksasa PT Sri Rejeki Isman Tbk alias Sritex diterpa isu di ambang kebangkrutan. Pihak Sritex bantah tentang hal tersebut.
“Tidak benar (bangkrut), karena perusahaan masih beroperasi dan tidak ada putusan pailit dari pengadilan,” kata Direktur Keuangan Sritex Welly Salam dalam keterangannya di Keterbukaan Informasi Bursa Efek Indonesia 22 Juni lalu.
Welly juga menyampaikan pihaknya telah memohon relaksasi kewajiban keuangan (pokok dan bunga) kepada kreditur dan mayoritas sudah memberikan persetujuan atas relaksasi tersebut.

Jokowi saat berkunjung ke Pabrik Sritex
Welly pun turut menjelaskan lebih jauh penyebab penurunan pendapatan secara dramatis imbas pandemi covid-19 dan persaingan ketat di industri tekstil global.
Menurut Welly, kondisi geopolitik perang Rusia-Ukraina serta Israel-Palestina menyebabkan terjadinya gangguan supply chain dan penurunan ekspor karena terjadi pergeseran prioritas oleh masyarakat di Eropa maupun AS.
Selain itu, lesunya industri tekstil terjadi karena over supply tekstil di China. Hal ini menyebabkan terjadinya dumping harga yang mana produk-produk ini menyebar terutama negara-negara di luar Eropa dan China yang longgar aturan impornya dan salah satunya Indonesia.
Weilly menyebut situasi geopolitik dan gempuran produk China masih berlangsung, hingga penjualan belum pulih.
“Kendati, perusahaan tetap beroperasi dengan menjaga keberlangsungan usaha serta operasional dengan menggunakan kas internal maupun dukungan sponsor,” jelasnya.
Menanggapi keadaan tersebut, Sritex memiliki sejumlah strategi. Seperti, meningkatkan keahlian dan kualitas sumber daya manusia (SDM), reorganisasi SDM untuk meningkatkan efisiensi operasional, dan implementasi anggaran yang efisien dengan prioritas pada produk yang mendukung tujuan bisnis berkelanjutan.
Restrukturisasi dan konsolidasi internal akan dijalankan Perusahaan untuk memperkuat serta meningkatkan kinerja keuangan. Selain itu, Sritex juga bakal mereorganisasi struktur organisasi pemasaran yang lebih fokus pada bisnis unit sebagai ‘profit center’.
Tak hanya itu, perusahaan juga akan mereview dan mengevaluasi secara berkala strategi untuk memastikan adaptasi yang efektif terhadap perubahan kondisi makro dan mikro ekonomi.