Nabi Ibrahim AS telah mengajarkan Makna cinta yang sesungguhnya kepada seluruh ummat manusia melalu ujian Maha Cinta kepada pengorbanan Rasa cinta kepada putranya Ismail AS dan juga istrinya siti Hajar.
Darah yang mengalir adalah bukti Maha Cinta itu kepada Allah SWT.
Pertanyaannya “Seberapa Cinta kita kepada anak dan istri? Maka sembelihlah cinta itu selain kepada Allah SWT saja rasa cinta kita.
Apabila cinta kita kepada anak dan istri (keluarga) menjadi jalan cintanya kepada Allah SWT maka sesungguhnya itulah makna Idul Adha yang setiap tahun kita jemput dengan hewan qurban dan rangkaian shalat Iedul Adha.
Bukan bulu dan daging hewan qurban itu yang kita tuju tetapi seberapa Maha Cinta kita kepada Allah SWT melebihi dari cinta kepada ciptaan-Nya.
Firman Allah SWT:
Surat Al-Baqarah Ayat 165
وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ ٱللَّهِ أَندَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ ٱللَّهِ ۖ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَشَدُّ حُبًّا لِّلَّهِ ۗ وَلَوْ يَرَى ٱلَّذِينَ ظَلَمُوٓا۟ إِذْ يَرَوْنَ ٱلْعَذَابَ أَنَّ ٱلْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعَذَابِ
Artinya: Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).
Setelah pesan langit itu kemudian membumi dan Nabi Ibrahim AS mulai membangun sebuah peradaban Tauhid tertinggi yaitu dengan membangun pondasi Tauhid berupa Baitullah dan mengajarkan ummat manusia untuk menyembah Allah SWT dan berlepas diri dari kemusyrikan absolut maka keduanya diperintahkan oleh Allah SWT untuk menjadikan baitullah (Rumah Allah SWT) sebagai Al-Qowaid yaitu dasar dasar pondasi Tauhid. Sebagai mana firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah Ayat 125:
وَإِذْ جَعَلْنَا ٱلْبَيْتَ مَثَابَةً لِّلنَّاسِ وَأَمْنًا وَٱتَّخِذُوا۟ مِن مَّقَامِ إِبْرَٰهِۦمَ مُصَلًّى ۖ وَعَهِدْنَآ إِلَىٰٓ إِبْرَٰهِۦمَ وَإِسْمَٰعِيلَ أَن طَهِّرَا بَيْتِىَ لِلطَّآئِفِينَ وَٱلْعَٰكِفِينَ وَٱلرُّكَّعِ ٱلسُّجُودِ
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i’tikaf, yang ruku’ dan yang sujud,” (QS.Al-Baqoroh: 125).
Dalam Tafsir Ash-Shaghir / Fayiz bin Sayyaf As-Sariih, dimuraja’ah oleh Syaikh Prof. Dr. Abdullah bin Abdul Aziz al-‘Awaji, professor tafsir Univ Islam Madinah
Maksud Tafsir dari Surat Al-Baqarah Ayat 125: berisi tentang tempat berkumpul dan menjadikan maqam Ibrahim sebagai tempat salat. Seperti yang diketahui, Ka’bah merupakan bangunan suci bagi seluruh umat Islam di seluruh dunia.
Letak Ka’bah sendiri yaitu di tengah Masjidil Haram, Kota Makkah. Ka’bah juga sering disebut sebagai baitullah atau rumah Allah.
Mulanya, Ka’bah dibangun dengan dua pintu yang terletak di atas tanah. Lalu, dilakukan renovasi terhadap bangunan tersebut ketika Rasulullah SAW berusia 30 tahun karena banjir, seperti dijelaskan dalam buku Menggapai Cinta-Mu susunan Fitri Gurnitasari.
Karenanya, pintu Ka’bah diubah menjadi satu dan Hijr Ismail tidak dimasukkan ke dalam bangunan Ka’bah. Pintu itu posisinya dibuat lebih tinggi agar hanya pemuka Quraisy yang bisa masuk, sebab kala itu suku Quraisy sangat dimuliakan penduduk Arab.
Lantas, apa makna yang sebenarnya terkandung dalam surat Al Baqarah ayat 125 mengenai Ka’bah?
Ketika Kami menjadikan rumah itu} Ka’bah {tempat berkumpul} tempat kembali {dan tempat yang aman bagi manusia.} tempat yang mereka merasa aman di dalamnya {“Jadikanlah sebagian Maqam Ibrahim} dari batu tempat berdirinya Ibrahim di sisi bangunan Ka’bah {sebagai tempat shalat.”} tempat dimana dia shalat di sisinya {Kami wasiatkan} Kami wahyukan {kepada Ibrahim dan Ismail untuk menyucikan rumahKu untuk orang-orang yang tawaf, iktikaf, dan orang-orang yang rukuk dan sujud”} dan orang-orang yang mendirikan ibadah, rukuk, dan sujud di sana.
(Bersambung…)