Definisi Idul Adha terdiri dari dua kalimat yang berbeda yaitu IED (‘Aada – Ya’idu – ‘Ied) yang artinya kembali. sedangkan Adha berasal dari kata Dhaha – yadha – Adha (Udhiyah) yang artinya Berkurban.
Idul Adha adalah sejarah Maha Cintanya Nabi Ibrahim as terhadap putranya Ismail as. Momentum ketauhidan seorang ayah terhadap putranya yang sangat dirindukan terlahir kedunia ini. Selama berpuluh tahun Nabi Ibrahim AS tidak di karuniai seorang putra
Siang malam Nabi Ibrahim AS berdoa agar diberikan keturunan sedangkan usia beliau sudah semakin Tua. Akhirnya Allah SWT mengabulkan permohonannya dan terlahirlah seorang bayi mungil rambutnya ikal wajahnya tampan bercahaya dan harum menebar di sekujur tubuhnya itulah Ismail kecil
Kemudian Ismail tumbuh menjadi seorang anak remaja yang gagah dan tubuhnya bergelombang kekar dan hidup di atas Padang pasir yang tandus dan terik matahari menyengat adalah sahabat hari harinya.
Ketika itu Nabi Ibrahim AS meninggalkan istrinya siti hajar dan putranya Ismail di gurun pasir yang tidak ada manusia satupun selain pemandangan bebatuan dan sedikit pepohonan
Selama 12 tahun lamanya Nabi Ibrahim AS berada di suatu negeri yang jauh dari lokasi istrinya siti hajar dan putranya Ismail as
Kemudian Nabi Ibrahim AS kembali pulang dan bertemu kembali dengan istrinya siti hajar dan putranya Ismail yang kini telah remaja dengan perawakan yang kekar dan gagah dipeluknya erat dan rasa rindu yang teramat sangat diciumnya kening Ismail remaja di dekat erat penuh cinta
Malampum berjalan begitu cepat dan tiba tiba Nabi Ibrahim AS di malam itu bermimpi menyembelih putranya Ismail dan kejadian mimpi itu berulang sampai 3 malam berturut-turut
Hati terdalam Nabi Ibrahim AS sesungguhnya remuk sedih menangis tak sanggup memikirkan mimpi itu yang berulang sampai akhirnya Allah SWT meneguhkan hati Nabi Ibrahim AS bahwa mimpi itu adalah perintah Allah Swt
Firman Allah SWT:
Surat As-Saffat Ayat 102_
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعْىَ قَالَ يَٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى ٱلْمَنَامِ أَنِّىٓ أَذْبَحُكَ فَٱنظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ
Artinya: Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.
Dalam Tafsirnya
Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah
- فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْىَ (Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim)
Yakni setelah dia mulai dewasa dan mampu melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan Ibrahim. Imam Muqatil berpendapat: yakni ketika Ibrahim berjalan dengan anaknya. Dan imam al-Farra’ berpendapat: ketika itu dia berumur 13 tahun.
قَالَ يٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى الْمَنَامِ أَنِّىٓ أَذْبَحُكَ
Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu)
Yakni Ibrahim diperintahkan untuk menyembelih anaknya, Ismail.
Ibrahim diberi kabar bahwa dia akan dikaruniai anak yang penyabar dan anak itu akan disembelih. Kemudian Allah berfirman:
وَبَشَّرْنٰهُ بِإِسْحٰقَ نَبِيًّا مِّنَ الصّٰلِحِينَ
“Dan Kami beri dia kabar gembira dengan (kelahiran) Ishaq seorang nabi yang termasuk orang-orang yang saleh.” Namun dalam kitab Taurat yang telah dirubah disebutkan “sembelihlah anak pertamamu dan anak satu-satunya, Ishaq.” Kata ‘Ishaq’ di sini merupakan tambahan dan pemalsuan yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi pada kitab Taurat, sebab Ishaq bukanlah anak pertama Ibrahim dan bukan pula anak satu-satunya, namun yang memiliki sifat seperti itu adalah Ismail, dan dalam kitab Taurat sendiri disebutkan hal itu.
Dan setelah Ibrahim merelakan anaknya untuk disembelih dan mentaati perintah Allah, maka Allah mengaruniakan kepadanya anak yang lain yaitu Ishaq.
فَانظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ
Maka fikirkanlah apa pendapatmu!”)
Ibrahim meminta pendapat dari Ismail agar mengerahui tingkat kesabarannya dalam menjalankan perintah Allah, sebab mimpi para nabi adalah wahyu dari Allah dan menjalankannya hukumnya wajib.
قَالَ يٰٓأَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ
Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu)
Yakni lakukanlah apa yang diwahyukan kepadamu untuk menyembelihku.
(Bersambung…)