Oleh :Dr. Nani Muharomah
Sekretaris PW Muslimat NU Jawa Barat
Pengelola Pondok Pesantren Sirnamiskin Bandung
Maulid Nabi atau kita kenal dengan muludan adalah peringatan atas kelahiran junjunan Nabi Muhammad SAW. Yang di Indonesia diperingati setiap tanggal 12 Robiul awal atau pada di bulan Robiul Awal. Peringatan Maulid Nabi Muhammad adalah bagian dari tradisi umat Islam yang tidak bisa dipisahkan dari budaya Bangsa Indonesia, dan di setiap daerah di Indonesia memiliki adat dan ciri khas tersendiri dalam merayakan Maulid Nabi, mulai dari acara sederhana di masjid-mesjid hingga acara megah nan meriah seperti Grebeg Maulud di Yogyakarta atau diperingati sebagai bagian dari kegiatan di Istana Negara.
Peringatan maulid Nabi Muhammad saw adalah sebagai bentuk mengungkapkan rasa syukur dan bahagia atas kelahiran manusia paling mulia. Peringatan maulid juga merupakan salah satu bukti kecintaan kita terhadap Nabi SAW yang telah membawa risalah yang menjadi Rahmatan lil’alamin, yang akhirnya kita dijadikan sebagai umat terbaik.
Beberapa hikmah yang bisa kita ambil dari peringatan Maulid Nabi Muhammad SA, diantaranya yaitu:
Pertama, merayakan Maulid Nabi Muhammad adalah bentuk rasa cinta kepada Baginda Nabi Muhammad saw. Salah satu alasannya karena tidak akan ada umat Islam kalau tidak ada kehadiran Nabi Muhammad di bumi ini. Kecintaan Baginda Rosul kepada umat Islam yang sangat luar biasa bahkan kepada umat yang jauh setelah beliau wafat, sehingga umatnya akan mendapat syafaat di hari kebangkitan. Untuk itu sudah sepantasnya umat islam membanlas kecintaan kepada beliau dengan mengingat Kembali perjuangan dan kasih sayangnya kepada seluruh umat manusia melalui peringat maulid nabi, meskipun cinta Rosul kepada umatnya tidak tertandingi.
Kedua, sebagai ungkapan rasa syukur atas kelahirannya, karena dengan kelahiran Baginda Nabi Muhammad-lah manusia menemukan cahaya agama Islam. Abu Lahab saja orang yang selalu jahat kepada Baginda Rosul merasa Bahagia Ketika Rosulullah SWA lahir, sehingga setiap hari senin Abu lahab mendapat keringann siksaan dineraka. Karena itu tidak ada alasan bagi umat Islam untuk tidak bergembira. Logikanya Masa Abu Lahab saja bergembira, kita umat Islam yang merupakan umatnya tidak bergembira atas turunnya Rahmat dari Allah SWT.
Disamping itu, Allah SWT memerintahkan kita untuk berbahagia dengan sebab rahmat dan pertolongan yang Allah berikan.
Sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
قُلْ بِفَضْلِ اللّٰهِ وَبِرَحْمَتِهٖ فَبِذٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوْا
Artinya, “Katakanlah (Muhammad), ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira” (QS Yunus: 58).
Ketiga, pada maulid nabi Muhammad SAW, umat Islam selalu membacakan sholawat kepada Nabi Muhammad SAW. Dengan penuh suka hati. Abdullah bin Amr bin Al-Ash ra berkata, Rasulullah telah bersabda : “siapa yang membacakan sholawat untukku satu kali, maka Allah akan menurunkan Rahmat kepadanya sepuluh kali.” (HR. Muslim).
Allah Berfirman dalam Al Quran surat Al Ahzab ayat 56.
اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰۤىِٕكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّۗ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
Artinya: Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman! Bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya. (Q.S Al- Ahzab : 56).
Keempat, Peringatan maulid Nabi memiliki dampak positif dalam pembentukan karakter umat Islam. Pada acara itu kita bisa mendengar berbagai macam ceramah yang menjelaskan tentang sosok Nabi Muhammad SAW. Ada banyak contoh yang dapat kita tiru dari Rasulullah SAW. Jika al-Qur`an diibaratkan mutiara yang memantulkan beraneka ragam warna cahaya, demikian pula dengan Nabi SAW. Kita bisa memetik hikmah apa saja yang terdapat dalam diri beliau. Terutama perihal akhlak dan budi pekertinya.
Allah SWT berfirman.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا.
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (QS: al-Ahdzab ayat 21)
Dalam ayat lain Allah SWT berfirman:
وأنك لعلى خلق عظيم
Dan sesungguhnya, kamu (muhammad) benar-benar berbudi perketi yang agung (QS. Al-Qalam 68: 4)
Dalam sebuah hadis riwayat Abu Hurairah disampaikan bahwa Nabi bersabda:
إِنما بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاَقِ
“Sesungguhnya aku (Muhammad) diutus hanyalah untuk menyempurnakan (memperbaiki) akhlak manusia.” (HR: al-Baihaqi)
Dari dalil tersebut di atas menjelaskan kepada kita bahwa dalam diri Nabi tertanam akhlak yang mulia. Keelokan perangainya itu tidak hanya diakui kalangan Islam saja, non-muslim pun memuji akan akhlaknya tersebut. Tak heran di usia yang masih belia rasul dijuluki dengan gelar al-Amin, dan kejujurannya tersohor ke seluruh dunia. Kebaikan akhlak Rasul yang selalu dihiasi oleh budi pekerti yang sangat mulia. Kepribadiannya selalu diselimuti kebaikan, sehingga semua orang mengaguminya.
Akhlak atau Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Dalam pendidikan Islam, karakter diartikan sebagai akhlak. Pengertian akhlak secara etimologi dapat diartikan sebagai budi pekerti, watak dan tabiat. Kata akhlak berasal dari bahasa Arab, jamak dari khuluqun (خلق) yang menurut lughot diartikan sebagai budi pekerti, perangai, tingkah laku, tabiat atau katakter.
Imam Al-Ghazali mengemukakan definisi akhlak sebagai berikut :
الخلق عبارة عن هيئة فى النفس را سخة عنها تصدر الافعال بسهولة ويسر من غير حاجة إلى
فكر ورويّة عقلا وسرعا.
Arinya : akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran (terlebih dahulu).
Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa hakikat akhlak menurut al-Ghazali mencakup dua syarat. Pertama, perbuatan itu harus konstan, yaitu dilakukan berulang kali dalam bentuk yang sama, sehingga dapat menjadi kebiasaan. Kedua, perbuatan itu harus tumbuh dengan mudah tanpa pertimbangan dan pemikiran, yakni bukan karena adanya tekanan, paksaan dari orang lain atau bahkan pengaruh-pengaruh dan bujukan yang indah dan sebagainya.
Menurutnya juga, bahwa akhlak bukanlah pengetahuan (ma’rifah) tentang baik dan jahat, maupun kodrat (qudrah) untuk baik dan buruk, bukan pula pengamalan (fi’l) yang baik dan jelek, melainkan suatu keadaan jiwa yang mantap (hay’arasikha fi-n-nafs).
Akhlak adalah suatu istilah yang sering digunakan oleh Al-Ghazali. Jadi, kerap kali kita temukan pernyataan, seperti ‘akhlak kedermawanan” dan “akhlak-akhlak tercela”. Dapat dipahami bahwa dalam etika Al-Ghazali, suatu amal lahiriyah tak dapat secara tegas disebut baik dan buruk. Maka ketulusan seseorang mungkin dipandang sebagai suatu kebaikan, tetapi jual belinya yang jujur atau tidak. Namun, suatu suatu amal dapat dikatakan suatu amal shaleh atau amal jahat.
Imam al-Ghazali berpendapat bahwa adanya perubahan-perubahan akhlak bagi seseorang adalah bersifat mungkin,hal ini bisa dilakukan melalui jalan pendidikan dan latihan (baca Bahreisj, 1981:41)
Sementara Ibnu Maskawaih dalam kitab tahdzibul Akhlak menyatakan bahwa :“Khuluk ialah keadaan gerak jiwa yang mendorong kearah melakukan perbuatan dengan tidak menghajatkank pemikiran”. (Ibnu Maskawaih, 1995:56 dalam Mujiono dkk, hal 86) Selanjutnya Ibnu Maskawaih menjelaskan bahwa keadaan gerak jiwa dipengaruhi oleh dua hal. Pertama, bersifat alamiah dan bertolak dari watak seperti marah dan tertawa karena hal yang sepele. Kedua, tercipta melalui kebiasaan atau latihan.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa akhlak adalah suatu sikap atau kehendak manusia disertai dengan niat yang tentram dalam jiwa yang berlandaskan al-Qur’an dan al-Hadits yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan atau kebiasaan-kebiasaan secara mudah tanpa memerlukan pembimbingan terlebih dahulu. Jiwa kehendak jiwa itu menimbulkan perbuatan-perbuatan dan kebiasaan-kebiasaan yang bagus, maka disebut dengan akhlak yang terpuji. Begitu pula sebaliknya, jika menimbulkan perbuatan-perbuatan dan kebiasaan-kebiasaan yang jelek, maka disebut dengan akhlak yang tercela.
Pada saat ini, persoalan budaya dan karakter bangsa kini menjadi sorotan tajam masyarakat. Persoalan yang muncul di masyarakat seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan, perkelahian massa, kehidupan ekonomi yang konsumtif, kehidupn politik yang tidak produktif, dan sebagainya menjadi topik pembahasan hangat di media massa.
Pendidikan Karakter dianggap sebagai alternatif yang bersifat preventif karena pendidikan karakter akan mampu membangun generasi baru bangsa yang lebih baik. Sebagai alternatif yang bersifat preventif, pendidikan karakter diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda bangsa dalam berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah budaya dan karakter bangsa.
Pada perayaan maulid Nabi Muhammad SWA, kita selalu diingatkan atau dibacakan tentang sejarah, kepribadian dan seluruh aspek kehidupan Nabi Muhammad SAW. Kita semua mengetahui bagaimana agungnya karakter beliau.
Dalam beberapa Riwayat, dijelaskan bahwa Rasulullah memiliki pribadi yang paling mulia akhlaknya. Beliau adalah orang yang paling pandai bersyukur, paling lembut dan penuh kasih sayang. Bersikap adil, demokratis dan sangat pemaaf.
Dalam hadits, yang diriwatkan siti Aisyah ra. berkata, “Rasulullah adalah orang yang paling mulia akhlaknya. Tidak pernah berlaku keji. Tidak mengucapkan kata-kata kotor. Tidak berbuat keributan di pasar (di manapun). Tidak pernah membalas dengan kejelekan serupa. Akan tetapi, beliau pemaaf dan pengampun”. (HR Ahmad).
Rosulullah adalah juga contoh terbaik dalam memperlakukan istri dan keluarganya, teladan dalam berteman, uswatun hasanah dalam berbangsa dan bernegara. Rosulullah memiliki kesabaran luar biasa, beliau tidak pernah membalas kejahatan orang yang menghujatnya, menghinanya, dan menyakitinya. Bahkan Rosulullah membalas kejahatan dengan kebaikan.
Dengan uswatun hasanah itu pula Islam menyebar dalam tempo yang sangat singkat di Jazirah Arab. Praktik kehidupan Nabi, baik di Mekah ataupun Madinah, memberi gambaran kepada kita bahwa peranan akhlak dalam kehidupan ini sangatlah penting. Kebenaran Risalah yang disampaikan Rosulullah dapat diterima oleh masyarakat sangat berkaitan dengan prilaku atau karanter yang menyampaikannya. Kebenaran akan meresap cepat ke dalam hati sanubari apabila disampaikan dengan cara-cara yang lemah lembut, sopan santun dan penuh kasih sayang, seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW.
Kehidupan Rasulullah SAW selalu dipenuhi dengan aspek kebaikan, kejujuran, kaselahan, dan keadilan bagi semua kalangan tanpa memandang warna kulit, keyakinan, serta ras. Selain itu, Rasulullah SAW sering mengingatkan agar umatnya tidak selalu menuruti hawa nafsunya, dan jihad yang paling besar adalah menahan hawa nafsu, karena dengan menuruti hawa nafs akan mengakibatkan keburukan, kerusakan dan kemungkaran sosial lainnya. Bahkan Rasulullah mengancam status keimanan umatnya yang tidak bisa mengendalikan hawa nafsunya.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan ‘Amr bin al-‘Ash, Nabi berkata:
لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُونَ هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ
“Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa.”
Dengan memperingati maulid Nabi Muhammad SAW, mudah-mudahan bukan hanya karena gebyarnya saja tetapi sebagai ajang untuk berintrofeksi diri apakan kita sudah mengikuti apa yang diajarkan oleh Junjunan Kita dan sejauhmana kita mengamalkannya, sehingga Islam sebagai ajaran yang dibawa Oleh Habibana Muhammad SAW benar-benar menjadi Rahmatan Lil’alamin dan dapat dirasakan oleh seluruh mahluk di mula bumi ini. Wallahu a’lam