Jika menyebut makanan Gudeg, tentu yang terlintas adalah Gudeg Jogja. Karena memang makanan berbahan nangka muda yang manis itu, berasalah dari sana, Jogyakarta. Saking terkenalnya gudeg, dan banyak penggemarnya, kini sudah tersebar di berbagai pelosok negeri, hingga luar negeri. Pun di Bandung, gerai makan yang menyajikan gudeg, sangat banyak. Mulai sajian di hotel berbintang, restoran besar, rumah makan ternama, café modern, depot makan, food court, warung makan biasa, hingga warung tenda dan kaki lima. Di Bandung, gudeg banyak penggemar dan “pemburu kuliner”nya.
Kali ini, saya dan Dapur Nuswantara, berkesempatan menikmati Gudeg dan Ayam Penyet Yanto, di Jalan Dr.Radjiman – Kota Bandung. Warung tenda milik Yanto itu telah ada di lokasi strategis yang sejuk kawasan perkantoran Dinas Pendidikan Jabar sejak 1995 silam. Tempatnya yang bersih, memang disiapkan untuk jualan makanan, sepanjang jalan Radjiman juga teduh, pasalnya rimbun dengan pepohonan yang hijau. Sederetan dengan Gudeg & Ayam Penyet Yanto, juga ada sajian makanan dan minuman lainnya, sepanjang pagi – siang hingga malam hari.
Layaknnya sajian gudeg, seporsi lengkap ‘Gudeg ala Yanto’ berisi ; gudeg nangka muda yang berasa khas manis gurih dengan bumbu rempah pilihan, bacem tempe – tahu – telor, sambel krecek (kulit sapi) pedas manis, kuah opor ayam. Bisa memilih ayam goreng, atau opor ayam, dilengkapi dengan sambel khas yang manis – pedas – asin – asam, dan menyegarkan. Pelanggannya, tak hanya makan di tempat, banyak juga yang membeli gudeg lengkap tanpa nasi, untuk dimakan dirumah.
Untuk nasi gudeg lengkap, Ngariyanto (nama lengkap Yanto) membanderol harga 20 ribu, belum termasuk bacem tempe tahu. Untuk sajian nasi ayam penyet, seporsi harga 17 ribu rupiah. “Dulu saya hanya jual nasi gudeg saja. Namun sekitar tahun 2009, lagi trend dan terkenal ayam penyet. Beberapa pelanggan saya minta ada menu itu. Saya mengamininya, maka sejak saat itu selain nasi gudeg, ada juga ayam penyet”, tutur Yanto. Kini di gerai tenda miliknya, Yanto tak hanya melayani pelanggan yang datang karena melintasi Jalan Radjiman, tapi sering pula turis mancanegara datang makan ke tempatnya. Gudeg & Ayam Penyet yang mendunia tentu.
Ngariyanto merantau ke Bandung sejak 90an, meninggalkan desa-nya Ketanggan Kecamatan Gringsing Kabupaten Batang, sebuah desa dengan kehidupan pertanian tadah hujan di pesisir utara Jawa Tengah. “Saya memilih merantau ke Bandung karena waktu itu ndak mungkin melanjutkan membantu orang tua saya bertani. Desa kami hanya mengandalkan pengairan sistem tadah hujan, sehingga sulit untuk mengembangkan pertanian. Ketika akhirnya menikah, saya memutuskan jualan gudeg tahun 1995 di sini (Jalan Radjiman)”, kata Yanto.
Istri Yanto adalah Satini Sagita, perempuan asal Desa Banjarsari Kecamatan Bejen Kabupaten Temanggung. Paman istrinya itu, menikah dengan tetangga Yanto di desanya. Dari paman istrinya itu, ia belajar memasak dan akhirnya jualan gudeg sendiri. Hingga kini, Paman istri Yanto juga masih tetap jualan gudeg di Bandung. Ini yang menarik, lalu siapa kebanyakan yang jualan gudeg di Bandung? Menurut Yanto justru selain perantau asal Temanggung, juga banyak dari Batang Jawa Tengah seperti dirinya.
Yanto termasuk penjual gudeg yang merintis usaha dari nol, hingga akhirnya bisa menyekolahkan ke-tiga anaknya dengan pendidikan yang lebih layak dari dirinya, selain kehidupan ekonomi yang lebih baik. Ia pun berkumpul dengan perantau satu desa-nya yaitu Ketanggan, yang ada di Bandung. Paguyuban itu bernama KOMPAK (Komunitas Perantau Ketanggan), perantau dari desa Ketanggan Kecamatan Gringsing Kabupaten Batang, Jawa Tengah.
Komunitas ini berlatar belakang beragam, mulai dari perantau yang bekerja di sektor informal, wiraswastawan, wirausahawan, PNS hingga aparat TNI-POLRI, juga mahasiswa. Sebagai gambaran saja, Desa Ketanggan sebenarnya desa yang tak sulit ditemukan, bila kita melakukan perjalanan darat melalui kereta api. Desa ini desa yang lengkap secara geografis, pasalnya miliki dataran tinggi, kawasan perkebunan, lahan hutan produksi, sawah, bahkan sekaligus desa pesisir pantai. Jadi bila kita naik kereta api, melalui pantura, kita bisa menemukan desa ini setelah melewati stasiun Tegal, Pekalongan, Batang dan Kendal arah Semarang. Diantara stasiun Batang dan Kendal, ada stasiun kecil, namanya Plabuan. Nama Plabuan adalah salah satu pedukuhan di desa Ketanggan itu.
Nah, jika menikmati Gudeg Yanto, anda tanpa sadar menikmati sajian makanan yang diolah dengan gaya khas Jogyakarta dan Jawa Tengah yang identik dengan manis, namun juga ada sentuhan gurih asin pedas, yang jadi ciri khas pesisir utara. Pual Ayam Penyet-nya, ayamnya empuk, krispi renyah, sambelnya itu yang menggugah selera. Jangan kaget jika anda ingin tambah nasi, saking lezatnya. Jika tak sempat datang ke lokasi, makanan bisa dipesan daring melalui GrabFood. Selamat menikmati! (gp|bw)