Kita patut bersyukur karena, insya Allah, “lulus” melewati bulan suci Ramadhan. Kita telah menjalankan perintah Allah dengan penuh ikhlas, kita telah berpuasa dan memperbanyak ibadah semata-mata hanya karena Allah.
Kita patut pula berbahagia, karena di samping telah berhasil menabung pahala, dosa-dosa kita pun insya Allah diampuni oleh Allah SWT, sebagaimana hal ini dijamin oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya:
“Barang siapa menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan semata-mata karena Allah dan mengharap ganjaran dari pada-Nya, maka diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu.”
Sekarang muncul pertanyaan yang patut menjadi renungan kita. Bagaimana kita menyikapi hari-hari ke depan, setelah kita kembali kepada fitrah dan kesucian?
Ramadhan sebagai titik tolak kembali kepada fitrah sejati. Bahwa dari Madrasah Ramadhan kita bangun komitmen ketaatan bukan hanya untuk satu tahun ke depan, namun juga kita bangun komitmen ketaatan seumur hidup seperti ketaatan selama Ramadhan.
Rasulullah SAW banyak mengingatkan umatnya dengan sabdanya: “Qul aamantu billahi tsummastaqim– Katakanlah aku beriman kepada Allah dan beristiqamahlah (konsistenlah).
Dari Ramadhan setidaknya kita mendapat empat pelajaran penting yang harus dipertahankan prestasinya dan dilestraikan dalam hidup sehari-hari, sehingga menjadi pribadi yang selalu bersih dan fitri. Pribadi yang menjaga diri dan keluarganya dari api neraka sehingga dengannya pula kelak akan lahir masyarakat yang bersih pula.
Pelajaran Pertama yang dapat kita ambil dari nilai-nilai Ramadhan adalah “Menjauhi harta yang haram”: Selama Ramadhan kita telah berpuasa dari yang halal. Maka tidak ada alasan bagi kita untuk mengambil yang haram. Mari kita perhatikan firman Allah SWT: “Katakanlah, tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertaqwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al Maidah: 100).
Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa harta haram itu sebagai khobits atau kotoran yang menjijikan. Artinya, seandainya harta haram itu Allah perlihatkan berupa kotoran niscaya manusia yang berakal tidak akan mengambilnya. Karena yang khobist itu tidak akan pernah sama dengan ath-thayyib atau yang halal dan baik sekalipun jumlahnya jauh lebih sedikit.
Karena yang khobits merusak tatanan kehidupan, sementara yang thayyib menumbuhkan dan menyebarkan kebaikan. Oleh sebab itu Allah perintahkan agar bertaqwa: fattaqullah yaa ulil albaab. Taqwa tidak akan tercapai selama seseorang masih mengkonsumsi harta haram. Dengan kata lain, hanya dengan menjauhi harta haram seseorang akan sampai kepada level taqwa.
Pelajaran kedua yang dapat kita ambil dari nilai-nilai Ramadhan yakni “Mengendalikan nafsu dari maksiat”: Selama Ramadhan kita telah berhasil mengendalikan nafsu dari maksiat. Itu menunjukkan bahwa nafsu sebenarnya sangat lemah. Bahwa manusia bukan makhluk yang dikendalikan oleh nafsu, melainkan dialah yang mengendalikan nafsunya.
Allah SWT menegaskan bahwa hanya dengan takut kepada Allah secara jujur seseorang bisa mengendalikan nafsunya. “Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal (nya).” (QS. An Nazi’at: 40-41).
Pelajaran ketiga adalah “Menundukkan syetan”: Kita telah membuktikan selama Ramadhan bahwa syetan dijadikan lemah dan tidak berdaya. Kita menjumpai masjid-masjid menjadi ramai selama Ramadhan. Di berbagai tempat, rumah-rumah, kantor-kantor dan di pusat-pusat ibadah, terdengar suara menggema orang-orang membaca dan tadarus Al-Qur’an. Itu semua adalah bukti nyata bahwa syetan sebenarnya sangat lemah.
Allah menegaskan: “Sesungguhnya tipu daya setan itu sungguh lemah.” (QS An-Nisa: 76). Maka tidak pantas orang-orang yang mengaku beriman kepada Allah dan hari akhirat masih mengikuti ajakan dan bisikan-bisikan syetan.
Pelajaran terakhir dari Ramadhan adalah “Meninggalkan dosa-dosa dan kemaksiatan”: Ramadhan adalah bulan perjuangan menjauhi dosa-dosa. Dan setidaknya kita telah berhasil membuktikan selama Ramadhan untuk meninggalkan segala bentuk dosa dan kemaksiatan. Bahkan kita berusaha menjauhi sekecil apapun perbuatan yang sia-sia.
Kita berusaha secara maksimal untuk menjadikan setiap detik yang kita lewati memberikan makna dan menjadi ibadah kepada Allah SWT. Setiap saat lidah kita basah dengan dzikir, jauh dari pembicaraan dusta dan kebohongan. Pandangan kita selalu tertuju kepada ayat-ayat Al Qur’an dan terjaga dari segala yang diharamkan. Langkah kaki kita senantiasa terhantar menuju masjid. Tangan kita banyak memberikan sedekah dan seterusnya.
Ramadhan telah menjadi contoh kehidupan hakiki dan kepribadian hakiki seorang muslim sejati. Itulah rahasia mengapa Allah SWT menjadikan amalan-amalan Ramadhan sebagai tangga menuju taqwa: la’allakum tattaquun.
Itu tidak lain karena dari Ramadhan akan lahir kesadaran maksimal seorang muslim sebagai hamba Allah. Kesadaran yang menebarkan kasih sayang kepada seluruh manusia, menyelamatkan mereka dari kedzaliman dan aniaya, mengajak mereka kembali kepada Allah. Karena itulah fitrah manusia yang hakiki.***
Penulis: HD Sutarjan
Sumber : Humas Bandung