Alhamdulillah Ramadhan telah kita lalui walau dalam kondisi pandemic covid-19, kita sudah berlebaran memasuki hari ke-2 di bulan Syawal 1441 H, bertepatan dengan tanggal 25 Mei 2020, masih banyak yang harus kita kerjakan dalam hal seni dan budaya yang menjadikan ciri jati diri bangsa, banyak hal yang akan kita kerjakan namun terhalang oleh pandemic yang mengharuskan kita jaga jarak, di rumah saja, pakai masker dan masih banyak SOP lainnya dalam situasi seperti ini.
Berbagai program acara di dalam Kota Bandung bahkan di Sukabumi Desa Parungseah, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi pun, yang akan kita kerjakan menjadi tertunda, seperti halnya workshop tentang seni dan budaya sunda yang sdang dikrjakan olh Anto Sumiarto Widjaya atau lbih diknal dngan Bah Anto yang sangat kompeten di bidangnya, juga sedang mengembangkan senam benjang yang sedang di garap dengan pelatih senam ternama ialah Teh Juve Aerobik, kemudian beliau termasuk Tim penyusun Pokok-Pokok Pemajuan Kebudayaan Daerah (PPKD) Kota Bandung.
Pemegang HAKI Topeng Benjang Kreasi. Beliau sedang mendidik Pun Dara Insanul Kamil siswsi kelas 3 SMP 44 Bandung dan yasin siswa SD Negeri di Kota Bandung, untuk tari topeng benjang kreasi.
Beliau sangat tulus, ikhlas, tanpa pamrih, bersahaja dan ramah, pernah sebagai ketua koordinator kawasan wisata pasir kunci kota bandung, sekretaris komunitas Wallagri, ketua Oedjoeng Beroeng Qta dan masih banyak lagi keterlibatan beliu, namun pada hari senin, 25 Mei 2020, tepat pukul 12.30 wib yang memiliki Nya, Allah SWT. Berkehendak lain sehingga beliau tutup usia. Selamat jalan Bah Anto, InsyaAllah namamu akan selalu di kenang. Tutur R. Moch. Agus Ramdhan, sebagai sahabat alm. Bah Anto, juga sebagai penggiat kampung wisata yang memiliki program kedepannya bersama alm. Bah Anto.
Weishaguna biasa di sapa kang igun, sekaligus sebagai ketua Wallagri, mempunyai kesan tersendiri dengan Almarhum, Bah Anto merupakan tokoh sejarawan yang revolusioner. Dengan bukunya yang berjudul Oedjoengbroeng Indoeng Kota Bandoeng, benar-benar telah mengubah sudut pandang sejarah. Karya ini menyadarkan kita, bahwa sejarah Kota Bandung bukan hanya lahir dari proses kolonialisasi (Sudut pandang Eropa Centris). Tapi lebih dalam dari itu, lahir dari wadah geo-historis besar, eksistensi akar peradaban sunda (sudut pandang Sunda Centris).
Berbeda dari buku sejarah tatar Bandung lainnya yang lebih banyak menyoroti hunian purba di sekitar Danau Bandung. Buku Bah Anto ini, justru membuka sisi lain yg belum banyak dibahas sejarawan, yaitu peran Gunung Manglayang sebagai tempat spiritual masyarakat Sunda purba. Buku ini juga menghubungkan temuan-temuan artefak dengan naskah Bujanggamanik, sedemikian hingga terekonstruksi rute kuno yang mengindikasikan tempat-tempat spiritual dan hunian terorganisir di jaman kerajaan Kendan, Galuh hingga Arcamanik.
Berikutnya, Bah Anto juga membahas pengaruh urbanisasi Tatar Oedjoengbroeng melalui pembukaan lahan perkebunan, yang kemudian menumbuh suburkan seni benjang dan reak hingga sekarang. Buku ini sangat berharga. Menyadarkan kita, tentang eksistensi kesundaan dalam memahami Kota Bandung, khususnya Bagian Timur. Maka sangat tepat jika Perda Kota Bandung No.10 tahun 2015 menyebutnya sebagai Kawasan Sunda Polis.
Selamat jalan sang maestro Oedjoengbroeng.
Karyamu kebanggaan yang menjiwai semangat kecintaan lemah cai dan jati diri urang Sunda di kaki gunung Manglayang.