Syiar Ramadan
Penulis: H. Oded M. Danial
Dunia ini panggung sandiwara. Begitulah judul lagu tulisan Taufik Ismal yang dipopulerkan rocker Ahmad Albar. Sebagai panggung, setiap orang mendapat peran, ada peran wajar, ada peran berpura-pura, dan ceritanya mudah berubah.
Peran yang wajar adalah, ketika seseorang menjalankan aktivitas sesuai kemampuan, tujuan hidup, dan apa adanya tanpa polesan, dengan niat yang lurus. Peran berpura-pura merupakan tampilan berbalut topeng hanya untuk meraih perlakuan istimewa dan pujian dari orang lain. Misalnya mempertontonkan kehebatan dan kapasitas keilmuan, kedermawanan, kebajikan, dan kesalehan, meski hal itu mungkin bertolak belakang dengan sifat asli.
Sebagai panggung, peran itu disimak banyak orang, yang bahkan bisa melahirkan banyak persepsi. Peran yang baik hampir pasti akan melahirkan persepsi yang baik, dan sebaliknya, peran yang buruk akan melahirkan penafsiran yang buruk pula. Maka, kepura-puraan bisa membungkus peran agar semua terlihat baik.
Kepura-puraan bukan hanya membodohi orang lain, tetapi juga diri sendiri. Ia membodohi orang lain untuk memberi respon positif, meski mungkin suatu ketika akan membuka sifat aslinya. Kepura-puraan juga membodohi diri sendiri, karena menguatkan subyektivitas rasa lebih baik dibanding orang lain.
Itu pula sebabnya, Islam mengajarkan sifat ikhlas, yang secara umum berarti bersih atau tulus. Ikhlas bisa pula berarti memurnikan sesuatu dan membersihkannya dari campuran. Ikhlas merupakan upaya spiritual penyucian niat dari upaya mencari perhatian dan pujian makhluk serta mendekatkan diri kepada Sang Maha Pencipta. Ikhlas adalah kesesuaian perbuatan seorang hamba antara yang nampak dan yang tersembunyi.
Sangat beralasan jika ikhlas disebut sebagai ruh dari segala ikhtiar, karena hakikat penciptaan manusia adalah untuk beribadah dan ikhlas beragama, seperti diterang-kan Alquran Surat Al-Bayyinah ayat 5, “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus”.
Oleh karena itu ikhlas menjadi fondasi bangunan yang mengokohkan hati dan kepribadian muslim guna meraih derajat kehidupan yang paling tinggi. Hal itu berarti bahwa ketidakikhlasan atau kepura-puraan bisa meruntuhkan bangunan keimanan, sia-sia, dan rugi.
Dalam Surat Al-Kahfi ayat 103-104 dijelaskan, “Katakanlah, apakah akan kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya”.
Keikhlasan bahkan bisa memberi jalan keluar dari kesulitan. Dalam kitab durratun nasihiin, dikisahkan tiga orang bermalam di sebuah gua, lalu jatuh sebuah batu besar menutupi gua tersebut, sehingga mereka tidak bisa keluar. Ketiganya berdoa kepada allah dengan menyebutkan amal shalih yang mereka kerjakan dengan ikhlas, akhirnya batu tersebut terbuka, hingga mereka bisa keluar.
Mudah-mudahan pula keikhlasan yang menyelimuti diri kita semakin mendekatkan segala kebaikan dan rida Allah SWT, serta jalan keluar dari segala kesulitan, khususnya ketika kita mengalami pandemi Covid-19.
Rumah kecil indah dipagar
Pagar berguna demi penjagaan
Mari berperan secara wajar
Sambil hindari kepura-puraan
Pagar kuat dari bahan berkelas
Awas dipasang jangan terbalik
Mari berkegiatan secara ikhlas
Untuk kehidupan yang lebih baik.***