Setiap pasangan suami istri pasti berharap akan bersama hingga ajal menjemput. Akan tetapi kehidupan rumah tangga juga pasti akan menghadapi berbagai permasalahan mulai dari hal kecil hingga besar yang bahkan bisa menyebabkan perceraian apabila kedua belah pihak sudah tidak bisa saling mempertahankan hubungan tersebut di mana segala upaya perdamaian dan perbaikan tidak bisa lagi dilakukan. Saat perceraian terjadi, bukan hanya suami ataupun istri yang akan merasa terluka. Bagi mereka yang sudah menjadi orang tua dan memiliki anak, tentunya perceraian juga akan menyisakan luka dan trauma pada anak yang mungkin akan terus dibawanya hingga dewasa.
Dampak perceraian yang mungkin terjadi pada anak mungkin bisa berbeda-beda, tergantung dari usia anak pada saat perceraian terjadi serta kepribadian anak itu sendiri. Pada anak usia balita, efek perceraian orangtua mungkin tidak terlalu berpengaruh terhadap perkembangan mentalnya. Namun, lain halnya jika perceraian terjadi saat anak sudah memasuki usia sekolah, dimana ia sudah bisa mengamati situasi di sekitarnya dan menyadari bahwa orangtuanya tidak lagi bersama.
Dampak Perceraian Bagi Anak
1. Menimbulkan depresi dan trauma
Perceraian dapat menimbulkan trauma yang mendalam bagi anak, terutama jika usianya sudah cukup matang untuk mengamati situasi yang terjadi pada orang tuanya. Anak akan mengalami stres, terabaikan, tidak dicintai, kecemasan yang berlebihan, dan efek psikologis lain yang mungkin akan terjadi dalam waktu yang lama. Jika orang tua tidak memberikan kebahagiaan fisik maupun psikologis pada anak, entah itu selama dan setelah proses perceraian, kesehatan mental dan emosional jangka panjang anak mungkin akan terganggu, bahkan hal itu juga bisa mengakibatkan perasaan cemas berlebihan dan depresi. Dalam menghadapi perceraian orang tua juga anak mungkin akan merasa berada di bawah tekanan dalam memutuskan siapa yang sebenarnya bersalah di antara kedua orang tuanya. Tanda-tanda umum kecemasan atau depresi pada anak di antaranya adalah gangguan tidur, penyalahgunaan narkoba atau alkohol, menyakiti diri sendiri, dan sebagainya.
2. Menurunnya prestasi belajar
Sejumlah penelitian membuktikan bahwa anak-anak korban perceraian cenderung bermasalah dalam perilaku yang berpengaruh pada menurunnya fokus belajar dan nilai-nilai akademis di sekolah. Jika sebelumnya seorang anak bisa meraih prestasi yang baik di sekolah, bisa saja ketika orangtuanya berpisah, situasi pun berubah dan anak menjadi kehilangan motivasi belajar sehingga membuat prestasinya menurun.
3. Sulit menjalani hubungan yang sehat
Seorang anak dari orang tua yang bercerai akan berjuang untuk menemukan atau mempertahankan hubungan yang sehat ketika mereka dewasa karena mereka tidak ingin mengulang hubungan gagal yang terjadi pada kedua orang tuanya. Namun di samping itu, perasaan seperti ketakutan akan ditinggalkan, kegagalan, dan kehilangan ini juga dapat memengaruhi hubungannya sendiri dengan lawan jenis ketika dewasa sehingga dapat mengakibatkan keengganan mereka untuk berkomitmen atau ketidakmampuan untuk mengatasi masalah. Biasanya hal ini terjadi karena mereka menganggap bahwa hubungan dengan lawan jenis itu tidak penting dan hanya akan berujung pada perpisahan.
4. Sering menyalahkan diri sendiri
Anak-anak kerap merasa perpisahan orang tuanya adalah bagian dari kesalahan mereka sehingga mereka mulai menyalahkan diri mereka sendiri. Jika dibiarkan, mereka akan berkutat dengan pikiran mereka sendiri bahwa mereka buruk, nakal, tidak berguna, pemicu pertengkaran orangtua, dan mengecewakan sehingga menyebabkan orang tua berpisah. Orang tua yang tidak menjelaskan penyebab perceraian mereka kepada anak berkemungkinan akan menyebabkan anak bertanya-tanya dan terus berpikir bahwa merekalah penyebab orang tuanya tidak bahagia.
5. Mudah terpengaruh hal negatif
Perceraian juga menyebabkan anak yang beranjak remaja mudah terpengaruh oleh hal-hal buruk yang ditemuinya dalam pergaulan. Seperti merokok, minum alkohol, dan narkoba. Hal ini disebabkan anak merasa tidak lagi diperhatikan oleh orang tuanya yang sibuk dengan masalah rumah tangga mereka. Apalagi, jika perceraian melalui proses yang tidak mudah sehingga masing-masing orangtua membutuhkan waktu untuk memulihkan diri mereka sendiri sehingga mereka secara sadar atau tidak mengabaikan anak-anaknya.
6. Merasa rendah diri
Efek perceraian lainnnya yaitu membuat anak sulit bersosialisasi. Biasanya anak akan merasa malu, rendah diri, dan iri pada teman-temannya yang masih memiliki keluarga yang utuh.
Mencegah Pengaruh Negatif Akibat Perceraian pada Anak
Tak ada yang mengharapkan perceraian terjadi dalam hubungan rumah tangga. Namun, jika memang perceraian adalah jalan satu-satunya bagi pasangan, pihak lain pun tidak bisa melarang. Tentunya perceraian ini akan berdampak juga bagi keluarga terutama anak. Di sini, orang tua tidak sepenuhnya bersalah ketika perceraian terjadi, sebab tidak semua orang bisa berkompromi dengan ketidakcocokan pasangan. Akan tetapi, rasa bersalah terhadap anak akibat perceraian pasti dirasakan orang tua yang bercerai. Jika Bunda dan Ayah menghadapi situasi sulit seperti ini, lakukanlah cara-cara berikut ini untuk mecegah dampak negatif perceraian pada anak:
1. Bicarakan alasan perceraian pada anak dengan tepat
Sampaikan alasan perceraian dengan tenang, meskipun tidak semua alasan perlu diberitahukan kepada anak. Berilah pemahaman pada anak bahwa ia akan tetap mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Jika anak masih terlalu kecil untuk memahami ini, berilah pemahaman yang sederhana, misalnya Bunda dan Ayah harus tinggal di rumah yang berbeda agar tidak bertengkar terus menerus.
2. Pahami dan dengarkan perasaan anak
Ketika orang tua memutuskan untuk bercerai, anak dapat merasa bingung, sebagian bahkan merasa bersalah, atau merasa orang tua seharusnya lebih memahami dirinya. Bunda dan Ayah harus mencoba untuk mengesampingkan dulu masalah yang dihadapi dan mulai mendengarkan ungkapan perasaan anak. Setelah itu berikan respon spesifik terhadap apa yang ia rasakan.
3. Hindari konflik dengan pasangan di depan anak
Peceraian sudah menyisakan luka di hati anak. Maka, jangan sampai tekanan yang ia alami semakin berat dengan berdebat atau bertengkar di depannya. Hindari hal ini sebisa mungkin karena dapat meningkatkan stres pada anak.
4. Jangan ganggu rutinitas anak
Perceraian umumnya berarti tinggal terpisah. Disarankan untuk meminimalkan hal-hal yang bisa mengganggu rutinitas anak. Contohnya, sering berpindah tempat tinggal sehingga anak perlu berpindah-pindah sekolah.
5. Perbaiki hubungan dengan anak
Rasa sakit akan sembuh melalui perasaan dipahami dan disayangi. Ungkapkan permohonan maaf kepada anak atas apa yang terjadi. Selain itu, sebisa mungkin Bunda dan Ayah tetap terlibat dalam kehidupan anak sehingga ia tidak pernah merasa kehilangan perhatian dari kedua orang tuanya ataupun merasakan kesepian. Hindari melakukan kesalahan yang dapat memperburuk kondisi anak, seperti berkeluh kesah pada anak. Jangan jadikan anak sebagai perantara atau pengantar pesan, apalagi sebagai pelampiasan. Hal ini dapat membuat anak membenci salah satu pihak.
Perceraian bagi anak adalah ‘tanda kematian’ terhadap keutuhan keluarganya, rasanya seperti separuh ‘diri’ mereka telah hilang, hidup tak akan sama lagi setelah orang tua bercerai, dan mereka harus menerima kesedihan dan perasaan kehilangan yang mendalam seperti merindukan ayah atau ibunya yang tiba-tiba tidak tinggal bersamanya lagi.
Dampak perceraian pada anak memang tidak bisa disamaratakan. Yang terpenting jika ayah dan ibu memutuskan bercerai, maka perlu menjelaskan pada anak situasi sebenarnya. Kita perlu menjelaskan pula bahwa bukan berarti orang tuanya menjadi musuh setelah bercerai. Bagaimanapun anak harus tetap berhubungan dengan ibu kandung atau ayah kandungnya. Maka dari itu, penting sekali bagi orang tua bahkan sebelum memutuskan bercerai untuk membuat kesepakatan bahwa hubungan mereka akan tetap baik, karena kalau tidak, anak yang akan menjadi ‘korban’. Di dalam perceraian, yang berakhir adalah hubungan suami istri, bukan hubungan orang tua dan anak. Jadi, jika perceraian harus diambil, pikirkan baik-baik dan persiapkan seluruh keluarga untuk menghadapi perubahan itu ya.
(Dari berbagai sumber)