Semerbak wangi aroma kopi akan tercium, saat mengunjungi salah satu rumah di Kampung Sangkan RT 02 RW 02 Desa Laksana Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung. Di seputar rumah itu sudah menjadi sesuatu yang biasa melihat sekelompok ibu sibuk memilih biji kopi arabika, yang dikelola Kelompok Tani Kopi Wanoja.
Kelompok Tani Kopi Wanoja memproduksi kopi Arabika khas Kamojang, yang tersedia dalam bentuk biji kopi hingga bubuk kopi dalam berbagai ukuran. Rasa khas kopi Kamojang yang cenderung asam, melahirkan cita rasa tersendiri bagi para penikmat kopi.
Kelompok tani yang mayoritas beranggotakan perempuan tersebut, diketuai oleh seorang pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Hj. Eti Sumiati. Pada tahun 2012 bersama 60 orang anggotanya, Eti mengelola lahan seluas 65 hektar (ha).
“Sepeninggal suami di tahun 2001, Nene mencari kesibukan karena anak-anak pada kerja dan sekolah. Nene mencari lahan untuk berkebun, kebetulan waktu itu ada penyediaan dari PT. Perhutani, dan anak-anak setuju ketika Nene ada niat menanam kopi,” ucap istri almarhum Abas Rustama yang akrab disapa Nene ini di kediamannya, Rabu (2/10/2019).
Sebelum menanam kopi, Eti belajar segala hal tentang kopi di Pangalengan. Mulai dari budidaya, panen, pasca panen sampai pengolahannya. Setelah pensiun pada tahun 2010, dirinya mulai berkebun.
“Nene merasa senang dan terhibur ketika berkebun. Kemudian tahun 2012 Nene membentuk kelompok tani, karena kalau berkelompok kami akan kuat. Pembentukan itu juga dengan pertimbangan banyaknya keluhan para petani di sekitar, yang membutuhkan bibit, pupuk dan murahnya harga jual buah kopi,” ucap wanita kelahiran 18 Agustus, 65 tahun yang lalu itu.
Lalu dirinya aktif mengikuti berbagai jenis pelatihan/bimbingan teknis. Salah satunya yaitu pembenihan dan budidaya (intensifikasi) kopi Arabika yang dilakukan Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat (Jabar), bekerja sama dengan Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar (Balittri).
“Tidak terasa Wanoja sudah berjalan selama tujuh tahun. Sampai saat ini, dengan jumlah anggota 45 orang dan luas lahan 69 ha, terakhir kami panen kurang lebih 100 ton ceri kopi. Alhamdulillah, saat ini Nene bisa memberdayakan 14 orang pegawai, 6 orang di kebun dan 8 orang bagian pengolahan,” tuturnya.
Hasil yang dicapai dari bertani kopi, menurutnya dapat meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan keluarga secara signifikan. Selain itu juga, mengurangi risiko banjir dan longsor, karena hutan kembali menjadi hijau.
Berkat kegigihan ibu empat anak dan tiga cucu ini, kopi yang dikelolanya bersama Wanoja, berhasil menjadi juara kedua pada Kontes Kopi Spesialti Indonesia (KKSI) Tahun 2015, dengan skor total 86,16. Keberhasilan tersebut membuat kopi Wanoja makin diminati konsumen, baik lokal hingga luar negeri, seperti Turki dan Irlandia. Hasilnya, seluruh panen kopi Arabika yang dikelola terjual dalam tempo yang singkat.
”Kelompok tani kami, memiliki sekitar 130 ribu pohon kopi, dengan 90 ribu di antaranya sudah produktif. Sebagian besar diproses secara natural, sesuai dengan permintaan terbanyak dari cafe-cafe di berbagai kota besar di Indonesia. Kami juga sudah mengekspor ke Negara Australia, Belanda, Maroko dan Singapura,” katanya.
Dirinya berkeinginan membuka area wisata kebun kopi. Untuk memberikan edukasi kepada pengunjung, bahwa sebelum kopi diminum ada perjalanan panjang. “Antara lain berupa budidaya, pengolahan dan Industri. Intinya edukasi perjalanan sebutir kopi menjadi secangkir kopi,” harap Eti.
Bersama Kopi Marga Mulya Pangalengan, Sagatan Cikancung, Mekar Tani Kampung Plered, Itikurih Tenjolaya, Agro Alam Lestari Desa Alam Endah, dan Frinsa HM Giri mekar Cilengkrang, Bupati Bandung H. Dadang M. Naser mengatakan, Kopi Wanoja merupakan salah satu dari tujuh keajaiban kopi di Kabupaten Bandung.
“Kualitas rasa dan aromanya berbeda dengan tempat lain, karena kopi asal Kabupaten Bandung ditanam di atas ketinggian 1.000 mdpl (meter di atas permukaan laut. Makanya, kopi kami memiliki posisi tersendiri di hati para pencinta dan penikmat kopi dunia,” ungkap bupati.
Apa yang telah dilakukan Hj. Eti Sumiati, kata Dadang Naser, merupakan sumbangsih besar dari salah satu warganya yang berusia di luar usia produktif. Ia mengajak seluruh masyarakat untuk berkontribusi dalam sendi-sendi pembangunan di Kabupaten Bandung.
“Kiprah Bu Eti, yang juga tergabung dalam organisasi LLI (Lembaga Lanjut usia Indonesia) Kabupaten Bandung, menjadi bukti nyata bagi kita semua. Bahwa usia senja bukan merupakan halangan untuk berkarya, apalagi bagi generasi muda. Usia bukan hambatan untuk terus memberikan manfaat bagi masyarakat, dan juga bagi pembangunan di Kabupaten Bandung,” pungkas Dadang Naser.
Sumber: Humas Pemkab Bandung